UpdateiNews|Pekanbaru, (01/06/25) – Derasnya hujan kembali menggenangi sejumlah titik di Kota Pekanbaru minggu lalu, memaksa warga mengungsi dan aktivitas lumpuh. Banjir ini bukan lagi bencana alam semata, melainkan buah dari kelalaian sistemik: pengabaian terhadap Perda AMDAL dan ANDALALIN oleh pelaku usaha, yang ironisnya, sering kali dibekingi diam-diam oleh otoritas kota.
Di saat Walikota Pekanbaru Agung Nugroho sibuk menampilkan proyek “wajah kota baru” yang katanya pro-investasi, fakta di lapangan menunjukkan wajah kota yang basah, tergenang, dan tidak siap menghadapi limpahan air hujan sedikit saja.
💣 Dampak Mengerikan Akibat Pengabaian Perda
✅ 1. Tata Ruang Rusak, Drainase Mati
Pembangunan gedung-gedung megah tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan menyebabkan hilangnya lahan resapan air dan penyempitan saluran udara, menjadikan banjir sebagai rutinitas tahunan.
✅ 2. Bangunan Besar Tak Punya Andalalin
Mal, hotel, dan pusat grosir baru terus bermunculan tanpa kejelasan studi ANDALALIN. Hasilnya? Kemacetan, aliran udara tertutup beton, dan titik banjir baru di kawasan ramai.
✅ 3. Pemerintah Asal Terbitkan Izin
Alih-alih pernyataan tegas, pemerintah kota tampak lebih seperti “calo izin”, mengutamakan proyek dan investasi dibandingkan ketahanan lingkungan kota. Dokumen AMDAL hanya jadi formalitas, bukan dasar pertimbangan.
🗣️ Sindiran untuk Sang Walikota
Walikota Agung Nugroho seolah-olah sedang melaksanakan tahap pembangunan, namun lupa bahwa pembangunan sejati adalah yang berkelanjutan, bukan menciptakan bencana. Proyek facelift kota tanpa perencanaan lingkungan adalah makeup mahal untuk wajah yang penuh luka.
“Kota ini bukan membutuhkan ‘polesan’, tapi sistem yang tahan bencana. Jangan jadikan air mata warga sebagai kolateral pembangunan,” ujar seorang pengamat lingkungan lokal.
🚨 Saatnya Revolusi Tata Kota
Pemerintah kota harus berani berevolusi:
- Tegakkan aturan AMDAL dan ANDALALIN tanpa kompromi.
- Cabut izin proyek yang langgar tata ruang.
Prioritaskan pencegahan, bukan proyek kosmetik.
Jika tidak, maka setiap hujan deras akan selalu menjadi pengingat bahwa kesalahan penguasa dibayar mahal oleh rakyat. (*)
Berita ini dibuat berdasarkan hasil investigasi Tim Opservasi Lingkungan yang dilakukan awal tahun 2025 hingga saat ini
Rilis: Redaksi
Editor: When