UpdateiNews | Jakarta, (01/06/25) – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, mengeluarkan Surat Edaran Nomor SR.03.01/C/1422/2025 tentang “Kewaspadaan terhadap Peningkatan Kasus COVID-19”. Surat ini ditujukan kepada seluruh jajaran kesehatan mulai dari Dinas Kesehatan Provinsi hingga Puskesmas, dengan fokus pada kesiapsiagaan menghadapi potensi peningkatan varian baru COVID-19 di kawasan Asia.
Edaran tersebut mengacu pada lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand, Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Varian baru seperti XEC dan JN.1 menjadi dominan di negara-negara tersebut. Namun, situasi di Indonesia sendiri menunjukkan tren menurun, dengan hanya 3 kasus konfirmasi pada minggu ke-20 tahun 2025 dan positivity rate 0,59%.
Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa surat ini bersifat antisipatif, bukan reaktif, dan ditujukan untuk memperkuat koordinasi antar lini pelayanan kesehatan.
Namun, sejumlah pengamat melihat momentum penerbitan surat ini secara kritis.
Dr. Raka Alamsyah, pakar kebijakan publik dari Universitas Paramadina, menyebutkan bahwa meski surat tersebut valid secara teknis, “momentumnya mengundang pertanyaan.”
“Kita sedang menghadapi ledakan isu besar: korupsi triliunan rupiah di Pertamina, pengadaan Chromebook, kasus LPEI, sampai penangkapan tokoh politik papan atas. Lalu muncul surat edaran COVID-19, saat kasusnya di dalam negeri justru menurun. Ini tidak serta-merta membuktikan pengalihan isu, tapi publik berhak curiga,” ujar Dr. Raka.
Selama Mei 2025, publik disuguhi serentetan kasus besar:
Menurut Dr. Raka, “Ketika pemerintah tidak menjawab isu-isu besar itu dengan transparansi yang kuat, tindakan sekecil apa pun bisa terbaca sebagai distraksi. Bahkan kalau niatnya baik.”
Dr. Rini Mariani, epidemiolog dari Universitas Indonesia, mengamini bahwa secara isi, surat edaran itu tidak bermasalah:
“Langkah antisipatif itu penting. Varian XEC dan JN.1 memang perlu dipantau. Tapi pemerintah gagal membedakan mana early warning dan mana crisis communication. Tanpa penjelasan kontekstual, masyarakat bisa menilai ini alarm palsu terutama di tengah krisis kepercayaan saat ini.”
Ia menambahkan bahwa pendekatan komunikasi seharusnya dibarengi dengan data real-time dan keterbukaan tentang keputusan kebijakan selanjutnya, jika ada.
Penerbitan surat edaran terkait COVID-19 tidak serta-merta membuktikan upaya pengalihan isu. Namun, dalam iklim politik dan sosial yang sedang memanas akibat berbagai skandal besar, tindakan apa pun dari pemerintah akan selalu berada di bawah kaca pembesar publik.
Para ahli sepakat: Langkah teknis yang benar bisa kehilangan legitimasi jika dilakukan tanpa waktu, narasi, dan komunikasi yang tepat.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When
UPDATEINEWS | SIAK, (18/08/25) – Dugaan aroma busuk kembali menyeruak dari proyek pemerintah di Kabupaten…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(18/08/25) - Seusai upacara penurunan bendera HUT ke-80 RI, Minggu (17/8/2025), ribuan pasukan…
UPDATEINEWS | TERNATE,(18/08/25) -Aroma busuk korupsi kembali menyeruak dari tubuh birokrasi Maluku Utara. Kali ini,…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(18/08/25) - Rapat Paripurna DPRD Kota Pekanbaru yang seharusnya menjadi forum terhormat dalam…
UPDATEINEWS | MERANTI,(17/08/25) - Bertempat di Lembaga Kelas II-B Selatpanjang Kec. Tebing Tinggi Kab. Kep.…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,((17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…
This website uses cookies.