UpdateiNews | Pekanbaru, (23/04/25) – Trotoar yang seharusnya menjadi ruang aman bagi pejalan kaki kini berubah fungsi menjadi lahan parkir liar di sejumlah titik pusat kota Pekanbaru. Fenomena ini tidak hanya melanggar peraturan daerah, tapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan serta absennya peran tegas dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran.
Di tengah sorotan publik terhadap maraknya pelanggaran tata ruang kota, keberadaan Kepala UPT Perparkiran justru menjadi tanda tanya besar. Alih-alih memberikan solusi atau tindakan tegas, pihak UPT terkesan menghilang dari tanggung jawab.
Pelanggaran Terhadap Peraturan Daerah
Padahal, Peraturan Daerah Kota Pekanbaru dengan jelas melarang penggunaan trotoar sebagai area parkir. Trotoar merupakan fasilitas publik yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, bukan kendaraan bermotor. Namun ironisnya, aturan ini tampak tidak memiliki taring ketika dihadapkan pada praktik-praktik yang melenceng di lapangan.
“Setiap hari saya harus berjalan di bahu jalan karena trotoar penuh motor. Ini sangat membahayakan,” ujar Rina, seorang warga yang setiap hari berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Tak sedikit juga yang menilai bahwa pembiaran ini mencerminkan sikap apatis pemerintah terhadap keselamatan dan kenyamanan publik.
Ketidakhadiran yang Mencurigakan
Dalam beberapa kali agenda pemanggilan oleh DPRD kota untuk dimintai klarifikasi, Kepala UPT Perparkiran selalu berhalangan hadir dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran sistemik atau bahkan kolusi yang membiarkan praktik pelanggaran ini terus berlangsung.
“Kalau pimpinan instansi saja tidak bisa hadir untuk bertanggung jawab, bagaimana kita berharap ada perbaikan sistem?” tegas seorang anggota dewan dalam rapat evaluasi kinerja Dinas Perhubungan.
Tuntutan Penertiban dan Reformasi
Masyarakat mendesak agar pemerintah kota turun tangan langsung melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja UPT Perparkiran. Penertiban bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan. Sudah saatnya kota ini kembali memberikan ruang aman bagi pejalan kaki, bukan malah mengorbankan hak mereka demi kepentingan segelintir pihak.
Jika ketidakhadiran dan pembiaran terus berlanjut, bukan tidak mungkin masyarakat akan kehilangan kepercayaan sepenuhnya terhadap institusi yang seharusnya menjadi pengatur dan pelindung ruang publik. (*)
Rilis: Redaksi
Editor: When