Trotoar Dijajah, Reklame Ilegal Menjamur: Satpol PP Pekanbaru Diduga Tutup Mata

UpdateiNews | Pekanbaru, (17/04/25) – Di tengah gencarnya himbauan Pemerintah Kota Pekanbaru tentang penataan kota yang ramah pejalan kaki, justru fakta di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Di Jalan Tuanku Tambusai yang lebih dikenal warga sebagai Jalan Nangka masyarakat disuguhi pemandangan yang mencederai akal sehat: papan reklame berdiri di atas trotoar, tiang menjulang di atas jalur pedestrian, dan fasilitas umum ditutupi fas bunga seolah menjadi milik pribadi.

Ironisnya, pelanggaran ini bukan kejadian baru. Reklame yang mencolok dan berdiri mencaplok ruang publik tersebut bukan hanya menyalahi estetika kota, namun juga secara terang-terangan melanggar Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 15 Tahun 2023 tentang Penempatan Reklame. Dalam aturan tersebut, disebutkan secara jelas bahwa tiang reklame tidak boleh berdiri di atas trotoar atau memakan badan jalan. Tapi apa yang terjadi di lapangan? Pelanggaran dibiarkan berlarut, seakan ada pembiaran yang disengaja.

Lebih memprihatinkan lagi, lokasi pelanggaran ini berada di titik-titik yang cukup mencolok persis di depan mata aparat, namun seolah tak terlihat. Salah satu titik pelanggaran paling mencolok adalah pasar buah di Jalan Nangka, di mana tiang reklame berdiri di atas trotoar dan menutupi jalur pejalan kaki dengan fas bunga berukuran besar. Warga pun terpaksa turun ke jalan raya, mempertaruhkan keselamatan karena ruang yang seharusnya mereka miliki telah “dijual” kepada pelaku usaha.

Satpol PP Kota Pekanbaru, sebagai garda terdepan dalam penegakan Perwako dan perda, justru tampak absen dari tugasnya. Investigasi kecil kami sejak tiang reklame dilokasi pasar buah tersebut mulai berdiri dan hingga saat ini tidak ada menunjukkan aktivitas penertiban, tidak ada penyegelan, dan tidak satu pun reklame ilegal di kawasan ini diturunkan. Padahal, pelanggaran terlihat dengan mata telanjang.

Pertanyaannya: apakah Satpol PP tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?

Kecurigaan publik pun mencuat. Banyak yang menilai ada indikasi “main mata” antara oknum penegak aturan dan pelaku usaha, demi keuntungan tertentu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Aliansi Investigasi Independen peduli yang masih banyak menemukan tiang reklame di kota Pekanbaru yang perlu ditertibkan. Jika pusat kota saja seperti ini, bagaimana dengan wilayah pinggiran?

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini bentuk pembiaran yang merugikan warga. Trotoar adalah hak publik, bukan komoditas,” ujar bob riau sebagai ketua tim yang melakukan investasi.

Sementara itu, Pemko Pekanbaru melalui Kepala Satpol PP sebelumnya menyatakan akan menertibkan reklame ilegal. Namun, pernyataan itu kini terdengar seperti janji kosong. Kenyataan di lapangan tidak berubah reklame tetap berdiri, pelaku usaha tetap melanggar, dan warga tetap dirugikan.

” Kami atas nama Masyarakan dan Pemuda Pekanbaru telah sepakat minggu depan akan menyurati DPRD Kota Pekanbaru untuk sesegera mungkin memanggil Pelaku Usaha, Pemilik Tiang Reklame serta Instansi Pemerintah Kota Pekanbaru yang berkompeten dan bertanggung jawab atas pelanggaran ini” tegas Bob Riau kepada media.

Pekanbaru butuh penegakan hukum yang konsisten, bukan tebang pilih. Jika aparat penegak aturan justru diam ketika pelanggaran terjadi di depan mata, maka pertanyaan terbesar bukan hanya soal integritas, tetapi juga tentang siapa yang sebenarnya mereka layani rakyat, atau pemilik modal?. (*)

Rilis: Redaksi
Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *