UpdateiNews | Bagansiapiapi (23/05/25) – Udara di Bagansiapiapi sore itu terasa lebih berat dari biasanya. Sekitar pukul 17.10 WIB, Kamis (23/5/2025), publik dikejutkan oleh penahanan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Rokan Hilir, AA (54), oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Rohil. Sebuah langkah yang tak hanya mengguncang struktur birokrasi lokal, tapi juga mengukir sejarah baru dalam penegakan hukum di daerah ini.
Penahanan itu menyusul koleganya, SJ, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), yang lebih dulu masuk bui pada Kamis (15/5/2025). Keduanya terlibat dalam proyek pembangunan dan rehabilitasi Gedung SMPN 4 Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023. Dugaan korupsi dalam proyek ini menyeret angka kerugian negara yang fantastis—mencapai Rp1,1 miliar dari total anggaran Rp4,3 miliar.
Apresiasi Tajam untuk Kejari Rohil
Di tengah kelelahan publik yang lama menanti tegaknya hukum secara merata, langkah tegas Kejari Rohil ini layak mendapat apresiasi tajam. Di bawah komando Kepala Kejari Andi Adikawira Putra, serta peran aktif Kasi Intelijen Yopentinu Adinugraha dan Kasi Pidsus Miseil Tambunan, Kejari Rohil membuktikan bahwa hukum tak mengenal kasta. Bahwa jabatan tinggi bukan benteng kebal hukum.
Lebih dari sekadar penahanan, ini adalah sinyal kuat: bahwa “pembersihan” bukan hanya jargon, melainkan komitmen nyata. Bahwa kecurangan di sektor pendidikan tempat seharusnya generasi masa depan dibentuk tak bisa ditoleransi.
Komentar Pakar: “Ini Baru Pintu Masuk, Bukan Titik Akhir”
Penahanan dua pejabat Disdikbud oleh Kejari Rohil juga mendapat respons tajam dari kalangan akademisi dan pakar hukum. Dr. H. Rinaldi Siregar, SH, MH—pakar hukum pidana dari Universitas Riau sekaligus pengamat kebijakan publik, menilai langkah Kejari Rohil adalah preseden yang patut ditiru oleh daerah lain.
”Penahanan ini ibarat petir di siang bolong, yang mengguncang kesadaran birokrasi. Tapi ingat, ini baru pintu masuk, bukan titik akhir,” ujar Rinaldi saat dihubungi, Jumat (23/5/2025) malam.
Ia menegaskan, korupsi di sektor pendidikan bukan hanya persoalan moral, melainkan kejahatan kemanusiaan secara struktural.
”Ketika uang pendidikan digerogoti, yang dirampas bukan hanya rupiah, tapi masa depan anak-anak. Maka siapa pun yang terlibat, sekecil apapun perannya, harus dibuka dan diseret ke meja hijau,” lanjutnya.
Wacana Progres: Jangan Berhenti di Sini
Namun publik tak ingin langkah ini jadi klimaks sesaat. Penahanan dua nama ini, meski penting, hanyalah permukaan dari pusaran yang lebih dalam. Proyek dengan indikasi manipulasi harga dan rekayasa SPJ tentu tidak dikerjakan oleh dua orang saja.
Maka, wacana berikutnya bagi Kejari Rohil adalah menyisir lebih dalam: siapa di balik proses pencairan anggaran? Siapa yang mengesahkan laporan pertanggungjawaban? Apakah ada intervensi politis atau permainan kolektif dalam struktur dinas?
Masyarakat mendesak, agar setelah dua tersangka ini, langkah hukum dilanjutkan tanpa pandang bulu, terhadap siapa pun yang telah diperiksa dan ditemukan turut terlibat—baik itu ASN, honorer, atau bahkan pihak rekanan swasta.
“Jika ingin bersih, jangan hanya sapu di halaman depan. Masuk juga ke ruang tamu dan kamar belakang,” ungkap seorang warga.
Harapan Baru dari Kejari Rohil
Kejari Rohil, melalui kasus ini, tengah membuka babak baru pemberantasan korupsi daerah. Langkah selanjutnya? Mungkin mencakup audit menyeluruh terhadap proyek-proyek lain yang bersumber dari DAK atau APBD dalam beberapa tahun terakhir.
Masyarakat menanti, dan sejarah sedang memperhatikan. Karena pada akhirnya, keadilan bukan sekadar soal siapa yang ditahan, tapi juga siapa yang berani membuka semua simpul gelap kekuasaan, hingga terang bisa masuk ke sudut-sudut yang lama tertutup. (*)
Rilis: Redaksi
Editor: When