UpdateiNews | Pekanbaru, (31/05/25) — Penanganan kasus dugaan korupsi di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfotiksan) Kota Pekanbaru tahun anggaran 2023 kembali memicu tanda tanya besar masyarakat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru dinilai lamban, tidak transparan, dan mandul dalam dialog keterlibatan anggota DPRD Kota Pekanbaru, Roni Pasla, yang disebut-sebut sebagai pemilik dana Pokok Pikiran (Pokir) sebesar Rp1 miliar dalam proyek bermasalah tersebut.
Hingga saat ini, Kejari baru menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Diskominfotiksan Raja Hendra Saputra, Pejabat Pembuat Komitmen Kanastasia Darma Alam Damanik, dan Direktur CV Tanjak Riau Sempena, Muhammad Rahman Aziz. Sementara itu, nama Roni Pasla masih ‘bersih’ dari status hukum apapun, meski terindikasi kuat memiliki keterkaitan dengan sumber anggaran yang diduga dikorupsi.
Bukti Ada, Langkah Tidak Ada
Berdasarkan bukti seorang kontraktor bernama Ajis, proyek pengadaan videotron yang berasal dari dana Pokir hanya menghabiskan dana sekitar Rp200 juta dari total Rp1 miliar, dengan fee sebesar 30% yang diminta oleh oknum dinas. Fakta ini memperkuat indikasi adanya markup dan pengaturan proyek dari hulu ke hilir. Namun, Kejari Pekanbaru seolah-olah menutup mata dan hanya menyentuh aktor teknis, bukan pemilik kebijakan anggaran.
Publik kedalaman keberanian Kejari. “Apa yang membuat Kejari begitu takut menyentuh nama Roni Pasla? Bukti awal sudah ada, keterangan kontraktor sudah jelas. Mengapa tidak ada upaya untuk setidaknya memeriksanya secara intensif?” ucap Ramadhani Putra, Koordinator LSM Gerak Riau.
Ahli Hukum: “Kejari Harus Keluar dari Zona Nyaman Politik”
Dihubungi terpisah, pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Riau, Dr. Andri Yusra, SH, MH, menyatakan bahwa Kejari Pekanbaru terjebak dalam pola penegakan hukum yang diskriminatif.
“Kejaksaan tidak boleh berhenti di pelaksana teknis. Jika dana berasal dari Pokir, dan ada praktik markup, maka yang memberi pokir harus dimintai pertanggungjawaban. Apalagi jika proyek tidak dijalankan sesuai RAB dan spesifikasi,” ujar Dr. Andri.
Ia menambahkan bahwa Kejari seharusnya:
1. Segera memanggil dan memeriksa Roni Pasla sebagai saksi kunci,
2. Membuka alur dana Pokir secara transparan, termasuk pemetaan hubungan antara legislatif dan rekanan,
3. Mengundang BPK atau BPKP untuk mengaudit forensik tambahan terhadap proyek-proyek yang didanai oleh Pokir,
4. Membentuk tim khusus yang independen untuk menangani kasus-kasus yang menyentuh ranah hukum.
“Jika tidak ada keseriusan, ini akan menjadi preseden buruk dan memperkuat citra bahwa anggota DPRD kebal hukum,” tegasnya.
Kritik Masyarakat Meningkat
Spanduk-spanduk kritis yang menuntut penetapan Roni Pasla sebagai tersangka sempat muncul di berbagai sudut kota Pekanbaru. Kritik tajam juga datang dari netizen di media sosial yang menilai Kejari bermain aman demi menjaga hubungan dengan elite politik lokal.
“Jika hukum tidak tajam ke atas, maka ia telah kehilangan maknanya. Rakyat tidak membutuhkan pengadilan simbolik, rakyat membutuhkan keadilan substantif,” tulis salah satu komentar di akun media lokal.
Ujian Integritas Kejari Pekanbaru
Kejari Pekanbaru kini berada di titik krusial. Jika tidak berani menuntaskan kasus ini hingga ke akar termasuk menyeret nama-nama besar di DPRD maka lembaga penegak hukum ini akan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Transparansi, keberanian, dan integritas adalah hal minimal yang harus dimiliki oleh aparat penegak hukum. Dan kasus Diskominfotiksan ini adalah cermin integritas yang sedang dipertaruhkan.(*)
Rulis: Redaksi
Editor: Wheny