UPDATEINEWS|PEKANBARU,(21/09/25)β Skandal SPPD fiktif di DPRD Riau kian menyeruak sebagai drama hukum yang penuh kejanggalan. Dari awal persidangan hingga vonis, publik disuguhi narasi timpang: aset ASN disita, kerugian negara dikembalikan, tetapi aktor politik besar nyaris tak tersentuh.
π§© Asal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari dugaan manipulasi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dokumen resmi negara yang menjadi dasar pencairan dana perjalanan. Regulasi sebenarnya jelas: setiap perjalanan dinas wajib didukung bukti fisik seperti tiket, akomodasi, dan laporan. Namun, dalam praktiknya, SPPD fiktif dijadikan mesin bancakan anggaran, baik untuk ASN maupun pejabat politik.
Puluhan bahkan ratusan SPPD diterbitkan tanpa perjalanan nyata. Laporan perjalanan hanya berhenti di atas kertas, sementara uang negara mengalir ke kantong pribadi.
Proses penyidikan Polda Riau menemukan banyak aset yang disita. Namun yang janggal, sebagian aset atas nama pribadi Uun (Sekwan saat itu) bisa ia pertahankan di pengadilan, sementara aset ASN lain ikut disapu bersih hanya karena mereka bekerja di Sekretariat DPRD Riau, bahkan sejak sebelum Uun menjabat.
Keadilan terasa timpang. Publik mulai bertanya: kenapa penyitaan tebang pilih?
Yang paling mengiris akal sehat, Tengku Fauzan, yang hanya menjabat Plt Sekwan selama 3 bulan, justru dijadikan satu-satunya terdakwa dan divonis.
Dengan masa jabatan singkat, mustahil Fauzan bisa mengatur skema besar yang diduga sudah berjalan bertahun-tahun. Publik menilai langkah hukum ini hanyalah upaya mencari kambing hitam, demi menutup skandal tanpa menyeret aktor sesungguhnya.
Yang lebih mengejutkan, sejumlah nama pejabat politik disebut-sebut punya peran penting dalam pusaran ini:
β Yulisman, Ketua DPRD Riau saat itu (kini anggota DPR RI).
β Agung Nugroho, Wakil Ketua DPRD Riau kala itu (kini Wali Kota Pekanbaru).
β Karmila Sari, anggota DPRD Riau saat kasus terjadi.
Namun hingga kini, tak ada satu pun dari mereka yang diperiksa serius atau diproses hukum, meski jelas berada di struktur puncak DPRD saat modus SPPD fiktif berlangsung.
Langkah aparat penegak hukum (APH) justru lebih banyak menekankan pada:
Padahal, rantai panjang kasus ini jauh lebih luas. ASN hanyalah pelaksana teknis, sementara para pengambil kebijakan justru dibiarkan aman di kursi jabatan.
Kasus SPPD fiktif DPRD Riau sudah menyeret kerugian negara miliaran rupiah. Namun, jika yang dihukum hanya satu orang dengan jabatan sementara, sementara pejabat politik besar lolos, maka ini bukan penegakan hukum, melainkan pertunjukan sandiwara keadilan.
βPublik jangan dibodohi. Jangan jadikan satu orang ASN sebagai tumbal, sementara aktor politik berlindung di balik kekuasaan,β tegas seorang pengamat hukum di Pekanbaru.
π¨ Tuntutan Publik
β APH harus berani memeriksa Yulisman cs, tanpa pandang bulu.
β Kasus ini jangan berhenti di Tengku Fauzan.
β Keadilan harus ditegakkan, hukum tidak boleh jadi alat pengalihan opini.
Skandal SPPD fiktif di DPRD Riau adalah uji nyali hukum di negeri ini. Apakah aparat berani membongkar sampai ke aktor politik yang masih menjabat, ataukah hanya puas dengan satu kambing hitam bernama Tengku Fauzan?. (*)
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(2/10/25) β Kabar baik bagi pekerja non formal di desa, khususnya guru Madrasah Diniyah Awaliyah…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti menggelar kegiatan Supervisi Penyusunan Kajian Kebijakan Penyelenggaraan Personil Polri di…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) memasang plang peringatan larangan membakar…
Oleh: Redaksi UPDATEINEWS|PEKANBARU,(1/10/25) - Sekretaris Daerah Riau, Syahrial Abdi, menyampaikan Nota Pengantar Perubahan APBD 2025…
UPDATEINEWS|JAKARTA,(30/08/25) - Jaksa Agung ST Burhanuddin akhirnya menuntaskan kekosongan jabatan Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAMBin)…
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(30/09/25)Β β Menjelang Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025,Kader inti pemuda anti narkoba (KIPAN) Kota…
This website uses cookies.