Updateinews-Jakarta, 7 April 2025 — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah dan pada hari ini tercatat menyentuh level Rp17.217 per USD, level terendah sejak krisis moneter 1998. Kondisi ini dipicu oleh kombinasi tekanan eksternal dan sentimen pasar global yang kian tidak menentu.
Tekanan Global Dominan
Penguatan dolar AS didorong oleh ekspektasi berlanjutnya kebijakan suku bunga tinggi oleh The Federal Reserve. Selain itu, ketegangan geopolitik yang terus meningkat di Timur Tengah turut memperburuk sentimen risiko di pasar keuangan global.
“Investor global saat ini cenderung mengalihkan dana ke aset-aset safe haven, salah satunya dolar AS. Ini menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah,” ujar ekonom Bank Mandiri, Lani Hermawan.
Dampak ke Ekonomi Domestik
– Pelemahan rupiah memberikan konsekuensi ganda bagi perekonomian Indonesia:
– Harga barang impor meningkat, yang berpotensi mendorong inflasi dalam negeri.
– Biaya utang luar negeri membengkak, baik bagi pemerintah maupun swasta.
Namun, ekspor Indonesia dapat terdorong, karena produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif di pasar global.
Fundamental Masih Stabil
Meski nilai tukar rupiah tertekan, sejumlah indikator ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan. Cadangan devisa per akhir Maret 2025 tercatat di kisaran USD 139 miliar, cukup untuk membiayai 6–7 bulan impor.
Bank Indonesia menyatakan akan terus menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas dan instrumen moneter lain.
“Kami memantau situasi global dengan cermat. Stabilitas sistem keuangan nasional tetap menjadi prioritas utama,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam keterangan pers.
Pelemahan rupiah saat ini merupakan refleksi dari dinamika global yang kompleks, bukan semata karena kelemahan fundamental ekonomi nasional. Meski situasi menantang, Indonesia masih memiliki ruang kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. (*)
Rilis: akmal
Editor: when01