UpdateiNews | Pekanbaru,(4/07/25) — Hasil seleksi PPPK Tahap 2 yang diumumkan resmi oleh Pemerintah Kota Pekanbaru pada awal Juli 2025 menyulut gelombang kekecewaan besar dari para peserta. Ironisnya, banyak dari mereka yang meraih nilai tertinggi dalam formasi, justru dinyatakan tidak lulus, sementara peserta dengan nilai jauh lebih rendah malah lolos.
Kondisi ini memicu keresahan dan amarah kolektif dari kalangan pelamar, khususnya dari kategori umum dan honorer teknis. Di media sosial, tangkapan layar nilai ujian mulai berseliweran, memperlihatkan ketimpangan antara skor dengan hasil kelulusan.
“Ini bukan lagi soal nasib atau rezeki. Ini bentuk ketidakadilan terang-terangan. Nilai saya tertinggi di formasi itu, tapi tetap dinyatakan tidak lulus. Yang lolos nilainya 40 poin di bawah saya,” kata NA, peserta formasi analis keuangan di salah satu OPD Pemko Pekanbaru, Kamis (4/7).
Beberapa peserta bahkan menduga kuat bahwa proses kelulusan sarat kejanggalan. Mereka menyebut indikasi ketertutupan, diskriminasi, dan tidak adanya transparansi dalam mekanisme penentuan kelulusan.
Nilai Tinggi Bukan Jaminan
Sejak awal, seleksi PPPK digadang-gadang sebagai sistem yang menjunjung meritokrasi dan keadilan seleksi berbasis kompetensi. Namun fakta di lapangan berkata lain.
Peserta dengan skor di atas ambang batas kelulusan justru terpental karena sistem kelulusan yang juga mempertimbangkan status prioritas, bukan semata skor ujian.
Menurut Peraturan MenPAN-RB Nomor 649 Tahun 2024 dan KepmenPANRB 347/2024, prioritas kelulusan ditentukan berdasarkan urutan berikut:
1. Eks THK-II (Tenaga Honorer Kategori II),
2. Non-ASN terdata BKN
3. Lulusan PPG,
4. Pelamar umum.
Dalam sistem ini, peserta dari kategori prioritas lebih tinggi bisa tetap lulus meski memiliki nilai lebih rendah, selama formasi belum terisi.
Hal inilah yang jadi pemicu utama kemarahan peserta dari jalur umum yang merasa dikalahkan sistem, bukan kompetensi.
“Apa gunanya kami belajar keras dan dapat nilai tinggi, kalau akhirnya yang lulus adalah yang nilai jauh lebih rendah, hanya karena masuk kategori tertentu? Ini seleksi PPPK atau seleksi belas kasihan?” ujar RA, peserta formasi teknis dari Kecamatan Tampan.
Desakan Evaluasi & Transparansi
Desakan untuk evaluasi menyeluruh atas proses seleksi pun menguat. Sejumlah komunitas peserta PPPK di Pekanbaru menuntut transparansi data kelulusan: mulai dari nilai seluruh peserta, status prioritas, hingga peta distribusi formasi.
“Kami tidak ingin bicara berdasarkan asumsi. Tapi kalau BKPSDM Pekanbaru tidak mau buka data lengkap, kami akan anggap ada permainan dalam proses ini,” tegas seorang peserta dari jaringan pelamar se-Kota Pekanbaru.
Lebih lanjut, peserta juga mempertanyakan hak keberatan dan jalur klarifikasi yang hingga kini belum tersedia. Mereka menilai Pemko dan BKPSDM belum responsif terhadap keresahan yang sudah masif di lapangan.
Gelombang Kekecewaan Meluas
Kekecewaan ini bukan kasus tunggal. Di berbagai grup WhatsApp, Telegram, dan media sosial, peserta dari semua kecamatan di Pekanbaru menyuarakan hal serupa. Banyak dari mereka merasa bahwa kelulusan sudah diatur, dan proses seleksi hanyalah formalitas belaka.
“Hampir semua teman-teman saya sesama honorer teknis tidak lulus, padahal skor mereka sangat tinggi. Kami seperti jadi korban sistem,” ungkap AZ, honorer teknis dengan masa kerja 8 tahun.
Hingga berita ini diturunkan, BKPSDM Kota Pekanbaru belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan transparansi dari peserta.
Namun yang jelas, jika suara para peserta ini diabaikan, maka sistem seleksi PPPK yang semestinya menjadi simbol keadilan rekrutmen ASN justru bisa jadi potret kegagalan meritokrasi di birokrasi lokal.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When