UpdateiNews | Pekanbaru,(28/06/25) — Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025 tingkat SMP di Kota Pekanbaru kembali menuai sorotan tajam. Investigasi redaksi selama sepekan terakhir mengungkap bahwa hampir seluruh SMP negeri di Pekanbaru menghadapi permasalahan serius yang merugikan warga lokal, baik dari aspek kebijakan zonasi maupun kerusakan sistem registrasi online yang kerap error.
Salah satu kasus yang paling mencolok terjadi di SMP Negeri 42 Pekanbaru yang berada di Kelurahan Sialangmunggu. Sekolah tersebut diduga secara sepihak mempersempit radius zonasi dari 1 kilometer menjadi hanya 250 meter tahun ini, padahal sekolah tersebut merupakan satu-satunya SMP negeri di wilayah itu.
“Kami tinggal di kelurahan ini, anak-anak kami malah tidak dianggap sebagai bagian zona. Ini menyakitkan dan tidak adil,” ujar Erni, warga RW 03 Sialangmunggu.
📍Dugaan Pola Serupa Terjadi di Banyak SMP Negeri
Redaksi mencatat bahwa pola serupa juga ditemukan di beberapa SMP negeri lain, seperti:
- SMPN 8 yang memperketat syarat administrasi secara tidak proporsional,
- SMPN 9 yang menolak sebagian besar pendaftar zonasi dari RW terdekat,
- SMPN 32 dan SMPN 40 yang radius zonasinya juga menyusut drastis tanpa sosialisasi.
Warga menilai kebijakan ini tidak hanya diskriminatif, tetapi juga membuka ruang untuk praktik titipan, jual beli kursi, dan pengalihan kuota zonasi ke jalur lain seperti prestasi dan afirmasi.
💻 Sistem PPDB Online Rusak Lagi, Kesabaran Warga Habis
Masalah tidak berhenti di kebijakan zonasi. Platform registrasi online PPDB Kota Pekanbaru tahun ini kembali mengalami error dan gangguan teknis seperti:
- Server down saat pendaftaran dibuka,
- Data siswa gagal tersimpan meski sudah mengisi lengkap,
- Jarak zonasi tidak terdeteksi atau salah baca oleh sistem.
Padahal, sistem ini menjadi satu-satunya jalur resmi untuk mendaftar.
“Sampai hari ketiga anak saya belum bisa submit formulir. Sistem nge-lag, kadang gak bisa login. Tapi pendaftaran tetap jalan. Kami ini manusia, bukan robot,” ungkap Firdaus, orang tua dari Kelurahan Tuah Madani.
GT
🔵 Zonasi Lama (1 KM) – Area biru muda, mencakup hampir seluruh wilayah Kelurahan Sialangmunggu.
🔴 Zonasi Baru (250 M) – Area merah muda, super sempit, yang bikin banyak warga sekitar otomatis ke-kick dari daftar penerimaan.
📍Titik hitam itu lokasi SMPN 42.
🏛️ DPRD Kota Pekanbaru Angkat Bicara
Permasalahan di SMPN 42, SMPN 20 dan sekolah lain mendapat sorotan keras dari legislatif. Syafri Syarif, anggota DPRD Pekanbaru dari Fraksi Golkar, Dapil Tampan, menyatakan:
“Kami menerima banyak pengaduan dari warga Tampan, terutama terkait penyempitan radius zonasi yang tidak masuk akal. SMPN 42 itu aset penting Sialangmunggu, bukan tempat eksklusif untuk segelintir orang yang tinggal di gang sebelah sekolah. Kami akan panggil Disdik.”
Sementara itu, Lindawati, anggota DPRD dari Fraksi NasDem, Dapil Rumbai, juga menyoroti buruknya sistem PPDB secara keseluruhan:
“Setiap tahun selalu ada drama error sistem, padahal ini urusan krusial masa depan anak-anak. Pemerintah kota harus berani membenahi sistem PPDB, jangan cuma sibuk bagi kuota tanpa memastikan keadilan.”
🕵️ Di Balik Layar: Sekolah Masih Pegang Kuasa?
Fakta lain yang mengejutkan adalah dugaan bahwa sebagian sekolah negeri, termasuk SMPN 42, SMPN 20, SMPN 29 maupun SMPN lainnya masih memiliki kuasa besar menentukan siapa yang lolos. Hal ini terjadi meskipun sistem seharusnya berjalan otomatis berdasarkan perhitungan jarak dan kuota.
Redaksi memperoleh informasi bahwa sekolah diberikan ruang mengatur validasi akhir, yang membuka celah seleksi tidak objektif.
📢 Desakan Masyarakat dan Redaksi:
1. Evaluasi total sistem zonasi dan digital PPDB oleh Dinas Pendidikan.
2. Audit forensik sistem registrasi online oleh pihak ketiga yang independen.
3. Transparansi kuota per jalur dan pendaftar secara real-time untuk publik.
4. Pemulihan hak anak-anak lokal yang tersingkir akibat penyempitan zona.
5. Pemanggilan panitia PPDB SMPN 42 dan sekolah lain oleh DPRD dan Ombudsman.
✊ Penutup: Pendidikan untuk Siapa?
Jika satu-satunya SMP negeri di kelurahan tidak bisa diakses oleh anak-anak di kelurahan itu sendiri, maka kita harus bertanya: pendidikan negeri ini untuk siapa?
Redaksi akan terus mengawal isu ini, membuka suara-suara yang disingkirkan, dan menyuarakan keadilan pendidikan di tengah heningnya transparansi birokrasi. Bila perlu, investigasi ini akan kami bawa hingga meja Ombudsman, Komnas HAM, dan Kemendikbud.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When