Pokir DPRD Siak Diduga Jadi “Bronjong Politik”: Dari Aspirasi Rakyat ke Bisnis Keluarga dan Konsolidasi Partai

UPDATEINEWS|SIAK,(18/09/25) — Polemik proyek bronjong di Kecamatan Sungai Apit terus menjadi buah bibir. Bukan sekadar perkara kualitas fisik yang dipersoalkan, melainkan dugaan lebih serius: adanya penyalahgunaan Pokok Pikiran (Pokir) DPRD sebagai pintu masuk untuk kepentingan keluarga dan politik jelang Musda Partai Golkar. Nama Ketua DPRD Siak, Indra Gunawan, pun kian terseret dalam pusaran isu ini.

📌 Dari Aspirasi Rakyat ke “ATM Politik”

Pokok Pikiran DPRD sejatinya adalah hasil serap aspirasi masyarakat yang ditampung anggota dewan dalam reses, lalu dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Secara normatif, Pokir adalah alat kontrol sekaligus instrumen representasi rakyat.

Namun, ketika Pokir justru diarahkan pada proyek yang berujung pada keluarga anggota dewan itu sendiri, maka pertanyaan besar muncul: apakah DPRD masih bekerja untuk rakyat atau untuk kepentingan internal partai dan keluarga?

“Kalau Pokir berubah jadi ATM politik, maka APBD kita resmi terkooptasi oleh kepentingan elite. Rakyat hanya dijadikan alasan formalitas,” ujar seorang pengamat politik dari Universitas Riau.

📌 Alur Tugas dan Fungsi DPRD

Untuk memperjelas duduk perkaranya, publik perlu memahami fungsi utama DPRD:

1. Legislasi: menyusun peraturan daerah.

2. Anggaran: menyetujui, mengawasi, dan memastikan APBD benar-benar berpihak pada masyarakat.

3. Pengawasan: memastikan pelaksanaan APBD berjalan sesuai aturan dan bebas dari konflik kepentingan.

Dengan fungsi itu, DPRD seharusnya mengawasi jalannya program, bukan malah berpotensi menunggangi APBD untuk memperkuat konsolidasi politik menjelang Musda.

📌 Tugas ULP: Netralitas Tender yang Dipertanyakan

Di sisi lain, Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah garda depan transparansi. Tugas pokok ULP antara lain:

  1. Melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa secara terbuka.
  2. Menjaga objektivitas tender sesuai aturan LKPP.
  3. Menghindari intervensi politik dalam proses lelang.

Ironisnya, justru pegawai ULP yang pertama kali diperiksa aparat. Publik pun mencium kejanggalan.

“Kalau ULP hanya menjalankan proses administrasi, kenapa mereka yang lebih dulu dimintai keterangan? Bukankah lebih logis memeriksa dulu pihak yang diduga mengarahkan proyek ini?” sindir seorang aktivis antikorupsi di Siak.

📌 Jejak Keluarga di Balik Proyek Bronjong

Informasi yang diperoleh tim investigasi menyebutkan perusahaan pemenang tender bronjong di Sungai Apit diduga masih terkait erat dengan keluarga Indra Gunawan di Selatpanjang. Jika benar, maka ada konflik kepentingan nyata: seorang Ketua DPRD mengusulkan Pokir, lalu keluarganya ikut bermain dalam proyek tersebut.

Kualitas hasil pekerjaan pun jadi sorotan. Bronjong yang menelan biaya miliaran rupiah disebut tidak sesuai spesifikasi. Foto-foto lapangan menunjukkan konstruksi rapuh, jauh dari standar teknis.

📌 Gelombang Desakan Audit

Gelombang desakan publik semakin kuat. BPK, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum diminta untuk tidak hanya berhenti pada aspek administrasi tender, melainkan menelusuri beneficial ownership perusahaan pemenang proyek.

“Anggaran rakyat bukan warisan keluarga. Kalau terbukti ada kerabat yang terlibat, ini bukan lagi soal etika, tapi sudah masuk ranah pidana korupsi,” tegas seorang pakar hukum tata negara di Pekanbaru.

📌 Potret Suram Demokrasi Lokal

Kasus bronjong ini berpotensi menjadi potret suram demokrasi lokal. Bagaimana mungkin lembaga legislatif yang diberi mandat rakyat untuk mengawasi justru dituding memanfaatkan kewenangannya untuk kepentingan sendiri?

Jika benar Pokir dipakai untuk konsolidasi Musda, maka publik berhak marah: APBD yang seharusnya untuk pembangunan malah dibajak menjadi modal politik partai.

Hingga berita ini diturunkan, Ketua DPRD Siak Indra Gunawan belum memberikan klarifikasi resmi. Bungkamnya sang Ketua justru menebalkan dugaan bahwa ada sesuatu yang sedang ditutup-tutupi di balik proyek bronjong Sungai Apit.(*)

Catatan: Berita ini dibuat berdasarkan lanjutan dari berita awal yang berdasarkan investigasi dan konfirmasi narasumber dan saat di konfirmasi ke ketua DPRD membantah, namun biarlah publik yang menilainya berdasar fakta tanpa unsur tendensius. 
Rilis: Redaksi
Editor: Wheny

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *