PHK 280 Ribu Mengintai: Tantangan Berat Indonesia di Tahun 2025

UpdateiNews| Jakarta,(26/05/25) –Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah menghantui Indonesia. Data BPJS Ketenagakerjaan mengungkapkan prediksi mencengangkan: pada tahun 2025, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan bisa tembus 280 ribu orang. Angka ini bukan sekadar statistik, tapi alarm keras akan beratnya tantangan ekonomi nasional ke depan.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, menyampaikan bahwa hingga April 2025 saja, sudah ada 24.360 pekerja yang terkena PHK. Jumlah itu menambah catatan kelam tahun sebelumnya, di mana sepanjang 2024, sebanyak 77.960 pekerja telah kehilangan pekerjaan.

“Tren ini mencerminkan tekanan struktural di sektor industri, yang perlu ditanggapi dengan kebijakan adaptif dan protektif,” ujar Zuhri.

Tiga Provinsi Paling Terpukul

Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tiga provinsi dengan angka PHK tertinggi awal 2025 adalah Jawa Tengah, Jakarta, dan Riau. Masing-masing kawasan menghadapi tantangan berbeda dari relokasi pabrik karena upah murah di wilayah lain, hingga disrupsi bisnis akibat digitalisasi dan transformasi global.

25 Penyebab, 7 Jadi Sorotan Utama

Tercatat 25 penyebab PHK, namun tujuh di antaranya menjadi fokus utama pemerintah:

  1. Kerugian akibat turunnya pasar
  2. Relokasi perusahaan ke wilayah berupah rendah
  3. Perselisihan hubungan industrial
  4. Efisiensi operasional
  5. Aksi mogok kerja
  6. Transformasi bisnis berbasis digital
  7. Kebangkrutan

Fenomena ini memperlihatkan bahwa PHK bukan sekadar persoalan mikro, tapi bagian dari dinamika makroekonomi yang makin kompleks.

Komentar Ahli: “Kita Sedang Melawan Badai Ganda”

Dr. Yuliana Ardi, ekonom ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia, menilai bahwa kondisi ini mencerminkan “badai ganda” yang sedang dihadapi Indonesia.

“Kita menghadapi kombinasi tekanan eksternal dan ketidaksiapan internal. Globalisasi memaksa efisiensi cepat, sementara banyak sektor domestik masih belum siap bersaing atau beradaptasi,” ungkap Yuliana.

Menurutnya, pemerintah perlu mengambil langkah strategis seperti stimulus bagi UMKM padat karya, reformasi regulasi ketenagakerjaan, dan perluasan program reskilling pekerja.

Belajar dari Sritex dan Danbi

Kasus PHK massal di PT Sritex dan PT Danbi International menjadi studi penting. Tidak hanya memicu gelombang klaim miliaran rupiah di BPJS Ketenagakerjaan, tapi juga memperlihatkan bagaimana krisis manajemen dan lemahnya tata kelola bisa menjatuhkan perusahaan besar sekalipun.

Tantangan Negara, Bukan Sekadar Perusahaan

Tantangan Indonesia ke depan bukan hanya menjaga angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa pertumbuhan itu inklusif mampu melindungi pekerja, menjaga daya beli, dan menghindarkan rakyat dari gelombang PHK massal.

“Negara tak bisa hanya jadi pemadam kebakaran. Harus ada skema pencegahan, seperti early warning system di sektor industri dan proteksi bagi pekerja rentan,” tegas Yuliana.(*)

Rilis: Redaksi

Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *