UPDATEINEWS | PEKANBARU,(6/08/25) – Sorotan publik kembali mengarah tajam ke tubuh PT Bank Riau Kepri Syariah (Perseroda) setelah terungkapnya dugaan pemberian “pensiun jumbo” kepada lima mantan direksi, dengan nilai antara Rp16 juta hingga Rp22 juta per bulan per orang. Temuan ini menjadi tamparan keras bagi citra bank milik daerah yang seharusnya mengutamakan prinsip keadilan dan transparansi.
Berdasarkan Buku Pedoman Pegawai (BPP) BRK Syariah, hak pensiun hanya diberikan kepada pegawai yang memenuhi syarat dan membayar iuran dana pensiun secara rutin. Namun, kelima mantan direksi yang kini menjadi sorotan justru tidak pernah lagi membayar iuran sejak menjabat, melainkan dialihkan ke skema jaminan asuransi.
“Artinya, tidak ada dasar hukum internal yang memperbolehkan direksi menerima pensiun bulanan. Tapi faktanya, uang itu tetap mengalir ke rekening mereka setiap bulan,” ungkap seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ironisnya, mantan pegawai biasa seperti Afrial Abdullah, Nizam Puti, dan Eka Afriadi hanya menerima Rp5 juta–Rp6 juta per bulan. Kesenjangan ini makin terasa menyakitkan, mengingat sejak 2011, manajemen BRK mengaku tidak sanggup lagi membayar semua pensiun pegawai karena keterbatasan dana.
“Kalau alasan dana tidak cukup dipakai untuk memotong hak pensiun pegawai biasa, kenapa justru direksi yang tidak berhak malah dapat lebih besar? Ini jelas diskriminasi,” kata salah satu mantan pegawai yang dirugikan.
Berdasarkan penelusuran, berikut alur dugaan modus yang terjadi:
1. Perubahan Kebijakan 2011
2. Penyusupan Skema Pensiun Direksi
3. Legitimasi Lewat RUPS
4. Cuci Jejak dan Normalisasi.
LSM Forum Masyarakat Pantau ABBN (Fortaran) dan Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK) Riau yang mendapat dukungan KPK, Mabes Polri, dan Kementerian Sekretariat Negara menyatakan akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dan perampasan hak pegawai. Dana pensiun milik pegawai tidak boleh jadi ATM pribadi direksi,” tegas juru bicara Fortaran.
Catatan Redaksi: Skandal ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem pengawasan di BUMD, terutama ketika kebijakan direkayasa demi menguntungkan segelintir elit manajemen. Transparansi harus menjadi tuntutan utama sebelum uang rakyat terus menguap di balik rapat-rapat tertutup.
Rilis: Redaksi
Editor: Wheny
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(16/08/25),-Komisi I DPRD Pekanbaru kembali menyoroti keberadaan tiang-tiang provider internet yang menjamur di…
UPDATEINEWS | DUMAI,(16/08/25) - Awan gelap kembali menyelimuti kilang raksasa PT Kilang Pertamina Internasional (PT…
UPDATEINEWS | PEKANBARU, (16/08/25) - Kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD…
“Kalau aturan ini diabaikan, jelas ada konsekuensinya. Pemerintah harus berani mencabut izin, bukan hanya menutup…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(15/08/25) – Suasana di kompleks Kantor DPRD Provinsi Riau, Kamis (14/8/2025) sore, mendadak…
UPDATEINEWS | SIAK,(15/08/25) — Puluhan calon pekerja di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau, mendadak kehilangan harapan.…
This website uses cookies.