‎”Pekanbaru Masih di Tempat: Rakyat Menanti, Pejabat Masih Sibuk Hitung Posisi”

UpdateiNews | Opini | Pekanbaru, (20/07/25)- ‎Seratus hari berlalu sejak kepemimpinan baru di Kota Pekanbaru dimulai. Wajah Walikota dan Wakilnya sudah menghiasi spanduk dan baliho, harapan sempat tumbuh di hati rakyat. Tapi setelah tiga bulan berjalan, suara lirih dari lorong-lorong kampung dan simpang-simpang kota mulai terdengar: “Kapan kami benar-benar merasakan perubahan?”

‎Pertanyaan itu bukan keluhan tanpa dasar, melainkan cermin dari realitas yang belum banyak bergeser. Kota ini masih sibuk dengan drama kursi jabatan. Di satu sisi, ada kepala OPD yang mati-matian ‘menyusun upeti’ demi amankan posisi saat evaluasi jabatan dilakukan. Di sisi lain, ada pula yang sudah pasrah, tak lagi peduli pada tanggung jawab karena merasa tak akan menjabat lagi.

‎Akibatnya? Kota Pekanbaru seolah berjalan tanpa arah.

‎Kebijakan berjalan setengah hati. Pelayanan publik tersendat. Ketegasan seperti lenyap, digantikan dengan kompromi dan pembiaran. Padahal, masyarakat sudah terlalu lama bersabar. Mereka tak ingin janji politik yang dikemas ulang, mereka menuntut perubahan yang nyata yang bisa dirasakan di jalanan, di pasar, di kantor pelayanan, dan di lingkungan mereka sehari-hari.

‎“Kalau kepala OPD masih lebih sibuk cari jabatan daripada kerja, ya jangan heran Pekanbaru makin karut-marut. Bukan soal kurang program, tapi karena terlalu banyak yang takut kehilangan privilese, bukan kehilangan kepercayaan rakyat,” –  Dr. Hasan Rauf, Pengamat Tata Kelola Pemerintahan dan Kebijakan Publik, Universitas Riau.

‎Cobalah tengok:

  • ‎Kepala PTSP, misalnya, tak bisa lagi hanya jadi ‘tukang stempel’. Ia harus paham dan tegas terhadap regulasi. IMB atau PBG bukan sekadar formalitas, tapi soal kepatuhan dan ketertiban kota. Jangan sampai izin keluar tanpa dasar, dan ujung-ujungnya jadi polemik yang menyandera ruang kota.
  • ‎Kasatpol PP, juga harus berdiri tegak sebagai penegak Perda. Jangan cuma tegas pada pedagang kecil yang pasang tenda di pinggir pasar. Keberanian itu juga harus diarahkan ke pelaku usaha besar yang seenaknya bikin parkir liar, pasang tenda di bahu jalan, bikin kemacetan, tapi tak tersentuh karena ‘punya beking’.
  • ‎Dinas Perhubungan, jangan hanya sibuk pasang kerucut jalan dan cari parkir berbayar. Tertibkan kendaraan yang parkir semrawut, atur zona lalu lintas dengan cerdas, dan tanggapi laporan warga dengan tanggap. Kota ini tak butuh hiasan CCTV yang cuma jadi aksesoris, tapi sistem pengaturan transportasi yang berpihak pada pengguna jalan.

‎Rakyat butuh pemimpin, bukan penjaga kursi.

‎Butuh pemegang keputusan, bukan kolektor setoran.

‎Butuh Kepala OPD yang turun tangan, bukan yang sekadar tanda tangan.

‎“Pejabat yang tidak berani ambil sikap tegas, jangan diberi ruang. Pekanbaru ini bukan tempat latihan bagi orang yang hanya ingin status tanpa kontribusi,” – Siti Nurjannah, Aktivis Sosial dan Pemerhati Layanan Publik.

‎Harapan rakyat terhadap Walikota dan Wakil Walikota masih menyala, tapi bara itu pelan-pelan bisa padam jika tak ditindaklanjuti dengan keberanian untuk bersih-bersih internal. Bila hari ini kepala-kepala dinas masih sibuk jaga muka dan jaga posisi, bagaimana mungkin lima tahun ke depan kita bisa bicara transformasi kota?

‎Pekanbaru tak butuh pejabat yang lihai rapat tapi kaku di lapangan.

‎Yang dibutuhkan adalah pelayan publik sejati yang bisa membedakan mana kepentingan rakyat, dan mana sekadar titipan elite.

‎Ini adalah seruan.

‎Untuk para pemimpin, untuk para OPD, dan untuk mereka yang masih memiliki hati dan integritas:

‎Waktunya bergerak. Sebelum rakyat memilih diam, dan mengganti harapan dengan perlawanan. (*)

Rilis: Pimred 

Editor: Wheny 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *