UpdateiNews | Pekanbaru, (6/07/25) – Fenomena Pak Ogah di Kota Pekanbaru kian meresahkan. Dari hanya beberapa titik, kini mereka menjamur hampir di seluruh akses jalan utama kota, termasuk ruas padat seperti Jalan Soebrantas, Jalan Tuanku Tambusai, HR Soebrantas, dan Jalan Arifin Achmad. Masyarakat pun gerah dan mendesak Dinas Perhubungan (Dishub) serta kepolisian bertindak tegas.
Alih-alih membantu, aksi Pak Ogah yang ‘mengatur’ lalu lintas justru membuat kemacetan semakin parah. Di Jalan Soebrantas, misalnya, pengendara harus ekstra hati-hati saat melewati U-Turn karena keberadaan Pak Ogah yang berdiri terlalu dekat dengan kendaraan, bahkan kadang memaksa kendaraan untuk melintas meskipun kondisi belum aman.
“Bukan membantu, mereka malah bikin stres di jalan. Kalau tidak dikasih uang, kadang tatapannya menyeramkan,” ungkap Ardi, seorang pengendara ojek online.
Lebih jauh, masyarakat mulai menduga ada praktik setoran liar ke oknum agar keberadaan Pak Ogah ini dibiarkan. Beberapa warga menyebut para Pak Ogah tampak begitu leluasa beroperasi, bahkan seperti “menguasai” spot-spot strategis yang lalu lintasnya padat. Padahal, aparat kerap lalu lalang di lokasi tersebut.
“Kalau mereka bisa bebas beroperasi di titik-titik rawan tanpa ada yang menindak, patut dipertanyakan. Jangan-jangan mereka ‘bayar lapak’ ke oknum tertentu,” kata salah satu warga Panam yang sering lewat U-Turn Garuda Sakti.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru, Yuliarso yang beberapa waktu lalu mengakui pihaknya sudah berulang kali melakukan penertiban bersama Forum Lalu Lintas. Namun, para Pak Ogah seperti bermain kucing-kucingan. Ditindak, hilang. Petugas pergi, mereka kembali.
“Mereka kita amankan, dibawa ke kantor polisi, bahkan sempat kita tahan beberapa hari. Tapi faktanya mereka terus muncul lagi,” kata Yuliarso.
Dishub mengklaim telah menawarkan alternatif pekerjaan sebagai Juru Parkir Resmi (Jukir), namun para Pak Ogah lebih memilih tetap ‘bermain’ di jalan. Yuliarso menyebut pihaknya kini akan memasang CCTV dan pengeras suara wireless untuk membubarkan aktivitas mereka serta mengimbau pengendara untuk tidak memberikan tips.
Namun menurut pengamat transportasi perkotaan, Dr. Febrian Adiwira, langkah ini belum menyentuh akar masalah.
“Selama pendekatannya hanya represif dan tidak menyentuh sisi sosial-ekonomi pelakunya, ini hanya akan jadi daur ulang penertiban. Mereka kembali karena ada demand, ada pemasukan. Harusnya Pemko siapkan program transisi dan edukasi yang nyata, bukan sekadar razia lalu diam,” jelasnya.
Komentar Pedas Warga yang saat di wawancara oleh UpdateiNews di jalan HR. Soebrantas kemarin siang (5/07/25) saat kemacetan oanjang terjadi dari simpang lampu merah tabek gadang ke U-Turn depan Babussalam,
“Kalau memang ada aturan lalu lintas, ya ditegakkan dong. Jangan cuma pengendara kecil yang ditindak, tapi yang jelas-jelas melanggar kayak gini dibiarkan, udahlah U-Turn di depan riau pos di tutup, buat apa coba itu di kurangi kalau tidak bisa mengurangi dampak kemacetan ” ujar Rina, ibu rumah tangga.
“Kota ini kayak dikuasai ormas kecil-kecilan di tiap U-Turn. Pak Ogah sekarang bukan cuma minta, tapi maksa dan mereka juga saat ini mulai ada dimana-mana terutama dijalan utama Pekanbaru” ujar Taufik, sopir angkot panam
Kemacetan parah di jalan Arifin Achmad perlu mendapatkan Atensi dari Pemerintah dan pihak kepolisian.
Jalan Arifin Achmad tak luput dari kemacetan parah oada waktu tertentu, lokasinya juga ada yang didepan Kantor Polsek yang baru dibangun, salah satunya Insyira oleh-oleh yang kerap membuat pengendara kesal.
Dari pantauan investigasi, redaksi UpdateiNews menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan pihak pengelola usaha dikota Pekanbaru, salah satunya di jalan Arifin Achmad yaitu Insyira oleh-oleh, Swalayan Budiman, ada Perda yang dilanggar salah satunya Andalalin yang berkaitan dengan lalulintas.
Peran pemerintah maupun Aparat kepolisian sangatlah menjadi harapan bagi masyarakat terkait dengan penertiban, jangan diberi ruang bagi pelaku usaha yang melanggar aturan ataupun Perda, karena yang dirugikan tetap Masya dan pemerintah sendiri akibat ulah oknum.
Catatan Redaksi:
Di balik praktik yang tampak sepele, tersimpan problem sistemik: pembiaran, pembenaran, dan mungkin pembagian. Pak Ogah bukan hanya tentang lalu lintas ia adalah simbol dari kota yang gagal menata marwah jalannya sendiri.
Jika suara klakson tak cukup menggugah, semoga suara publik bisa menjadi peluit penertiban yang sesungguhnya.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When