UpdateiNews | Meranti, Riau (31/05/25) – Aktivitas pembalakan liar di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, kini memasuki fase yang sangat mengkhawatirkan dan membahayakan keberlangsungan ekosistem hutan lindung nasional. Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan bahwa sindikat terorganisir dengan jaringan kuat kini secara terang-terangan merambah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang, tepatnya di Desa Dedap, Kecamatan Tasik Putri Puyu.
Ironisnya, kegiatan ilegal ini berlangsung tanpa hambatan dan diduga mendapat perlindungan dari oknum aparat penegak hukum. Pada malam tanggal 31 Mei 2025, lebih dari 150 balok kayu ilegal jenis Meranti dan Mentangor dikirim dari Pulau Dedap menuju Bengkalis. Pengiriman ini diperkirakan bernilai lebih dari Rp 530 juta hanya dalam satu malam.
Kayu yang dikirim memiliki ukuran:
- 1,5x8x16 (Rp 3,8 juta per batang)
- 3x8x16 (Rp 3,3 juta per batang)
Aktivitas ini merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Kehutanan dan Konservasi, antara lain:
- UU No. 5 Tahun 1990, Pasal 40 Ayat (2) – Ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 200 juta
- UU No. 41 Tahun 1999, Pasal 50 Ayat (3) jo. Pasal 78 – Ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar
Masyarakat Meranti Desak Tindakan Tegas!
Keresahan masyarakat semakin memuncak. Tudingan serius dialamatkan kepada pihak kepolisian dan polisi kehutanan setempat yang dinilai telah tutup mata. Dugaan adanya kongkalikong antara aparat dan pelaku pembalakan liar kian santer beredar.
“Kalau hanya mengandalkan polisi setempat, ini tidak akan pernah selesai. Kami minta Kapolda Riau turun, bahkan jika perlu Mabes Polri. Jangan biarkan Meranti jadi surga mafia kayu,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Disebutkan, seorang pengusaha lokal bermarga Batubara diduga menjadi otak dan beking utama jaringan ini. Ia disebut memiliki pengaruh besar dalam mengatur distribusi kayu ilegal tanpa tersentuh hukum.
Tiga nama diduga sebagai pelaksana utama di lapangan:
1. Zakaria
2. Mansur
3. Amat
Mereka disebut berperan langsung dalam pengangkutan kayu dari Pulau Padang ke Bengkalis dengan jalur yang telah diskenariokan, termasuk adanya pemantau aparat dan jalur aman.
Pengkhianatan terhadap Masa Depan Bangsa
Koordinator LSM Peduli Hijau Riau, Andika Nasution, menyebut pembiaran ini sebagai pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.
“Kalau aparat diam, itu artinya memberi karpet merah untuk mafia. Untuk apa seragam dan jabatan kalau justru melindungi pelaku kejahatan lingkungan?”
Pakar hukum lingkungan, Dr. Irma Febrina, turut menegaskan bahwa kejahatan ini juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28H UUD 1945, yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang sehat.
“Membiarkan ini berjalan berarti membiarkan kehancuran. Ini bukan hanya soal kayu, ini soal hak hidup masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Seruan untuk Aksi Nyata
Kami mengimbau:
- Kapolda Riau dan Mabes Polri segera bertindak
- KLHK dan otoritas konservasi turun lapangan
- Transparansi dari Pemda Meranti atas keterlibatan oknum
- Media dan LSM terus mengawal kasus ini
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. Redaksi masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. (*)
STOP PEMBALAKAN LIAR!
SELAMATKAN HUTAN, SELAMATKAN INDONESIA!