UPDATEINEWS | TELUK KUANTAN, (27/08/25) – Gelaran akbar pacu jalur di Tepian Narosa Teluk Kuantan, Kuantan Singingi, kembali mencatatkan sejarah. Ribuan pasang mata menyaksikan atraksi budaya yang kini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing, tetapi juga sudah menembus perhatian nasional hingga mancanegara.
Sorak-sorai penonton, kekompakan para anak pacu, serta megahnya jalur-jalur tradisional yang berpacu di Sungai Kuantan menjadi bukti bahwa tradisi ini telah tumbuh menjadi magnet wisata budaya kelas dunia.
Salah satu tokoh perempuan Riau, Yulwiriati Moesa, tak kuasa menyembunyikan rasa bangga sekaligus haru atas keberhasilan Kuansing mengangkat martabat budaya pacu jalur hingga mendapat sorotan dunia.
“Sebagai anak jati Kuansing, saya sangat bangga. Tradisi kita kini dikenal hingga ke level internasional, banyak tokoh dan figur besar yang memberikan atensi luar biasa,” ungkap Yulwiriati.
Namun di balik apresiasi tersebut, Yulwiriati juga menyampaikan kritik konstruktif. Ia menyayangkan sosok Ryan Arkandika, atau akrab disapa Dika, yang viral lewat tarian khas pacu jalur dengan sentuhan aura farming hingga menjadi tren global, justru tak disinggung dalam pidato Bupati Kuansing saat pembukaan.
“Saya hadir di acara pembukaan pacu jalur. Bahagia sekali melihat Kuansing dikenal dunia, tapi jujur saya menyayangkan nama Dika sama sekali tidak disebut,” kata Yulwiriati.
Dika, Magnet Kuansing di Mata Dunia
Fenomena Dika memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kreativitasnya dalam membawakan tarian yang menyatu dengan tradisi pacu jalur berhasil mencuri perhatian publik internasional. Bahkan, kedatangan rapper dunia sekelas Melly Mike ke Kuansing dikaitkan dengan popularitas Dika di media sosial global.
Bagi Yulwiriati, sosok seperti Dika harusnya diposisikan sebagai ikon anak muda Kuansing yang mampu mengangkat budaya lokal ke panggung dunia.
“Kalau daerah lain bisa mem-branding anak-anak mudanya, kenapa kita tidak? Harusnya Dika diberi penghargaan khusus, misalnya diangkat sebagai Duta Wisata. Itu akan menjadi penyemangat bagi generasi muda Kuansing,” tegasnya.
Ia menambahkan, penghargaan semacam itu bukan hanya bentuk apresiasi, tetapi juga pesan moral bahwa pemerintah daerah peduli dan mendukung kreativitas anak muda yang mengharumkan nama daerah.
Harapan untuk Pemimpin Kuansing
Meski menyayangkan kurangnya apresiasi untuk Dika, Yulwiriati tetap memberi penghormatan besar kepada Pemerintah Kabupaten Kuansing atas suksesnya penyelenggaraan pacu jalur 2025. Menurutnya, inilah momentum bagi Kuansing untuk terus mendunia dengan budaya dan keramahtamahannya.
“Semoga ini jadi titik awal. Setiap tahun kita berharap wisatawan semakin banyak datang. Apalagi orang Kuansing terkenal ramah, sehingga tamu dari luar negeri pun merasa nyaman meski baru pertama kali menginjakkan kaki di sini,” tutur Yulwiriati penuh harap.
Pacu Jalur Sebagai Warisan Dunia
Pacu jalur sendiri merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Kuansing yang sudah berusia ratusan tahun. Dari sekadar perlombaan perahu panjang di Sungai Kuantan, kini ia menjelma menjadi festival budaya yang menyatukan seni, tradisi, dan hiburan, bahkan menjadi salah satu destinasi unggulan Riau dalam kalender pariwisata nasional.
Suara Yulwiriati Moesa menjadi pengingat penting: keberhasilan melestarikan tradisi bukan hanya pada skala acara besar dan tamu penting, tetapi juga pada bagaimana daerah menghargai putra-putri terbaiknya. Figur seperti Dika adalah simbol regenerasi budaya, yang perlu dirangkul dan diapresiasi agar pacu jalur terus bertahan dan mendunia.(*)