OPINI: Politik, Kekuasaan, dan Suara Kemanusiaan

Oleh: Khoirul Bassar, Ketua Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI)

Gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai kota besar Indonesia dalam sepekan terakhir memperlihatkan wajah buram demokrasi yang tengah diuji. Dari Jakarta hingga Makassar, ribuan orang turun ke jalan membawa spanduk, teriakan, dan amarah. Apa yang awalnya dipicu oleh kebijakan tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan sepuluh kali lipat UMP Jakarta, berkembang menjadi letupan besar ketidakpuasan publik terhadap ketimpangan ekonomi dan krisis kepercayaan pada elite politik.

Tragedi pun menyayat nurani: Affan Kurniawan, pemuda 21 tahun pengemudi ojek online, tewas ketika kendaraan lapis baja polisi melindas tubuhnya di Jakarta. Rekaman video itu menyebar cepat, menjadi pemantik nasional yang mempersatukan beragam kelompok masyarakat dalam gelombang protes serentak. Di Makassar, gedung DPRD dibakar demonstran, tiga orang tewas, lima lainnya luka. Api amarah rakyat semakin sulit dipadamkan.

Presiden Prabowo Subianto telah menyerukan agar masyarakat menahan diri dan memerintahkan investigasi transparan. Tujuh anggota Brimob ditahan, namun janji-janji itu belum cukup meredakan duka dan amarah publik. Sebab sesungguhnya, inti persoalan bukan sekadar soal tunjangan DPR. Ini adalah refleksi dari ketidakadilan struktural: kenaikan biaya hidup, ancaman PHK, runtuhnya kelas menengah. Tunjangan mewah hanya menjadi simbol yang menyingkap jurang ketimpangan semakin lebar.

Politik dan Kekuasaan: Jeritan Rakyat

Ada rasa kekecewaan yang amat sangat mendalam di hati rakyat karena kebijakan dan kata-kata tak beretika yang dikeluarkan dari mulut anggota DPR yang tidak bertanggung jawab. Ditambah lagi kejenuhan atas kebijakan pemerintah yang terus menggerogoti hati rakyat dan memperdalam luka. Hari ini, kejenuhan itu memuncak, diekspresikan lewat aksi massa di berbagai daerah.

Ini adalah wujud nyata bahwa rakyat telah benar-benar kecewa dan jenuh dengan pemimpin negeri ini. Para aparat penegak hukum seharusnya menjadikan hukum dan rasa keadilan sebagai cita-cita tertinggi bangsa, bukan sekadar menjalankan perintah atasan. Tegaklah pada kebenaran, bukan pada kepentingan kekuasaan.

Suara Hati Kemanusiaan

Di tengah badai politik ini, kita harus bertanya: Siapakah yang memulai? Siapakah yang akan mengakhiri? Siapakah yang akan menjadi pahlawan, dan siapakah yang berani bertanggung jawab atas semua ini?

Pertanyaan itu bukan sekadar retorika. Itu adalah panggilan nurani untuk semua pihak: pemerintah, parlemen, aparat, dan rakyat. Jangan biarkan luka bangsa ini semakin menganga.

Seruan Perdamaian

Kami dari Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) menyerukan:

Kepada masyarakat, sampaikan aspirasi dengan damai. Jangan terjebak provokasi yang hanya memperlemah perjuangan rakyat.

– Kepada aparat, jadilah penjaga hukum dan rasa keadilan, bukan sekadar alat kekuasaan.

– Kepada elite politik, berhentilah menutup telinga. Dengarkan jeritan rakyat sebelum semuanya terlambat.

Berdamailah Indonesiaku 🙏

Demokrasi hanya akan bertahan bila kebenaran diperjuangkan, bila politik kembali berpihak pada kemanusiaan, dan bila keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.(*)

Rilis: Redaksi
Editor: Wheny

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *