MK Kabulkan Sebagian Gugatan UU ITE: Kritik ke Pemerintah Tak Bisa Dipidana

UpdateiNews-Jakarta, 30 April 2025 — Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya terhadap pasal-pasal yang selama ini dinilai sebagai “pasal karet” dan rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik publik.

Putusan yang dibacakan dalam sidang terbuka pada Selasa (29/4), menjadi tonggak penting dalam sejarah perlindungan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Dalam pertimbangannya, MK menyoroti beberapa poin krusial yang diajukan oleh para pemohon, yakni aktivis, akademisi, hingga korban kriminalisasi UU ITE. Berikut adalah inti dari putusan tersebut:

1. Pasal tentang Pencemaran Nama Baik Tak Berlaku untuk Lembaga atau Korporasi

MK menegaskan bahwa ketentuan mengenai pencemaran nama baik yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE hanya berlaku untuk individu. Lembaga negara, pemerintah, institusi publik, maupun korporasi tidak bisa dikategorikan sebagai subjek hukum yang “memiliki kehormatan atau nama baik” sebagaimana dimaksud pasal tersebut.

> “Pengaturan mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik hanya berlaku terhadap orang perseorangan, bukan badan hukum atau institusi,” demikian dikutip dari amar putusan MK.

2. Penafsiran Ulang atas Frasa “Kerusuhan”

MK juga memutuskan untuk memperjelas frasa “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar kelompok masyarakat” dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2). MK menyatakan bahwa frasa “kerusuhan” yang disebut dalam Pasal 28 ayat (3) harus ditafsirkan sebagai kerusuhan fisik di ruang nyata (fisik), bukan di ruang digital atau media sosial.

3. Kebebasan Berpendapat Diperkuat

MK menekankan pentingnya menjamin kebebasan berpendapat sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945, terutama dalam konteks demokrasi yang sehat.

Putusan ini menjadi respons atas kekhawatiran publik mengenai maraknya kriminalisasi terhadap kritik di media sosial, terutama yang menyasar aparat negara atau kebijakan pemerintah.

Putusan MK ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Hukum mengapresiasi langkah MK yang dinilai sebagai bentuk keberpihakan pada demokrasi dan hak asasi manusia.

> “Ini kemenangan rakyat. Tidak boleh lagi ada warga negara yang dikriminalisasi hanya karena menyampaikan kritik terhadap pejabat atau institusi negara,” kata Erwin Nurdin, salah satu kuasa hukum pemohon.

Sementara itu, Istana Negara menyatakan menghormati keputusan MK. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menekankan bahwa kebebasan berpendapat tetap harus dilandasi dengan rasa tanggung jawab.

> “Kritik boleh, tapi jangan mengarah pada ujaran kebencian atau disinformasi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menyatakan siap menyesuaikan prosedur penyelidikan dan penyidikan berdasarkan putusan tersebut. Kadiv Humas Polri, Irjen Wahyu Widodo, mengatakan pihaknya akan segera merevisi SOP (Standard Operating Procedure) penanganan perkara ITE.

Putusan MK ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap proses hukum ratusan kasus serupa yang masih berjalan di kepolisian maupun kejaksaan. Sejumlah pengacara publik menyatakan siap mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk kasus-kasus klien mereka yang telah divonis berdasarkan pasal-pasal tersebut.

Di sisi lain, publik diharapkan semakin aktif menggunakan ruang digital untuk menyampaikan aspirasi, dengan tetap memperhatikan etika dan fakta.(*)

Sumber      : Redaksi MK

Editor        : Weny Christina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *