Krisis Roro Bengkalis: Armada Terbatas, Manajemen Amburadul, Publik Jadi Korban

UPDATEINEWS|BENGKALIS,(13/09/25) – Aksi blokade akses masuk dermaga Roro Air Putih–Sei Selari oleh para sopir truk, Sabtu (13/9/2025), bukanlah sekadar luapan emosi sesaat. Itu adalah alarm keras atas buruknya manajemen transportasi penyeberangan di Kabupaten Bengkalis yang sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa solusi berarti.

Puluhan kendaraan, termasuk truk bermuatan logistik, sengaja melintang di jalur masuk dermaga. Penyeberangan pun lumpuh total. Tuntutannya sederhana: Kepala Dinas Perhubungan Bengkalis turun ke lapangan untuk melihat langsung penderitaan pengguna jasa.

“Sudah berhari-hari kami menunggu. Armada cuma satu, antrean tidak bergerak. Apa Pemda tidak peka dengan kondisi kami?” protes seorang sopir dengan nada kesal.

Akar Masalah: Armada Minim, Perencanaan Lemah

Berdasarkan informasi lapangan, saat ini lintasan Roro Air Putih–Sei Selari hanya dilayani satu unit kapal. Normalnya, jalur vital yang menghubungkan Bengkalis–daratan Riau ini dioperasikan lebih dari satu armada untuk menghindari penumpukan.

Minimnya kapal bukan hanya soal teknis operasional, tetapi juga soal gagalnya perencanaan pemerintah daerah dalam memastikan keberlangsungan layanan publik. Entah karena perawatan armada yang buruk, pengadaan yang mandek, atau lemahnya koordinasi antara Dishub dan operator Roro, yang jelas publik jadi korban.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Kemacetan penyeberangan bukan sekadar membuat sopir lelah. Dampaknya jauh lebih luas: distribusi logistik terhambat, harga barang berpotensi naik, dan jalur utama penghubung kabupaten terisolasi. Bengkalis, yang notabene salah satu daerah kaya dari sektor migas dan perkebunan, justru terjebak dalam krisis transportasi elementer.

Tanggung Jawab yang Dipertanyakan

Aksi blokade ini memunculkan pertanyaan besar: di mana keberpihakan Pemda Bengkalis? Apakah Dishub hanya menunggu hingga kondisi chaos baru bergerak? Atau masalah klasik Roro ini sengaja dibiarkan menahun tanpa roadmap solusi jangka panjang?

Masyarakat menilai, selama ini Pemda kerap menjawab dengan janji-janji “akan menambah kapal” atau “perbaikan layanan segera dilakukan”. Namun di lapangan, yang terlihat justru antrean berhari-hari, sopir tidur di kabin, dan warga yang kehilangan kepercayaan.

Krisis Kepercayaan

Aksi blokade Sabtu ini bukan sekadar ekspresi kekesalan, melainkan wujud krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Jika tak segera ada langkah konkret, bukan mustahil aksi-aksi serupa akan terus berulang, mengancam stabilitas distribusi barang, bahkan memicu konflik sosial di lapangan.

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Perhubungan Bengkalis belum memberi keterangan resmi. Publik kini menunggu: apakah pemerintah berani turun tangan langsung atau justru kembali bersembunyi di balik janji tanpa kepastian?. (*)

Rilis: Redaksi
Editor: Wheny

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *