UpdateiNews | Dumai, Riau – Polemik penegakan hukum dalam kasus agraria kembali mencuat ke publik. Seorang warga Dumai bernama Rahmat melalui media sosialnya membeberkan dugaan ketidakadilan dalam penahanan ibunya oleh Polres Kota Dumai. Penahanan itu disebut terkait kasus mafia tanah di kawasan strategis Jalan Jenderal Sudirman, Dumai, namun menurut pihak keluarga, proses hukum yang berlangsung dinilai cenderung sepihak dan tidak transparan.
Dalam unggahan yang viral, Rahmat menjelaskan bahwa surat panggilan dari kepolisian yang diterima pada 30 April 2021 hanya meminta kehadiran orang tuanya untuk melengkapi dokumen. Namun, tanpa proses pengadilan, pada 3 Mei, ibunya justru ditahan dengan tuduhan menggunakan surat tanah palsu. Anehnya, menurut Rahmat, surat tersebut tidak pernah diperiksa secara forensik dan tak ada pembuktian sahih dari aparat.
Kupas Tuntas: Mafia Tanah dan Celah Hukum
Mafia tanah di Indonesia merupakan kejahatan terorganisir yang melibatkan pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang, hingga praktik koruptif antara pihak swasta dan oknum aparat. Dalam banyak kasus, warga pemilik sah tanah menjadi korban kriminalisasi karena tidak memiliki kekuatan hukum atau akses ke perlindungan.
Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) dan diperkuat oleh Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018, mafia tanah harus diberantas melalui koordinasi lintas lembaga seperti BPN, kepolisian, dan kejaksaan. Namun, implementasi di lapangan masih kerap timpang. Dalam kasus di Dumai ini, dugaan penyalahgunaan wewenang mencuat karena:
Tidak adanya pemeriksaan forensik atas dokumen yang dituduhkan palsu.
Penahanan dilakukan sebelum proses sidang dan pembuktian.
Laporan dari pihak pelapor yang disebut “Toton Sumali”, tidak diverifikasi secara terbuka kepada publik.
Tendensi Sepihak dan Jeritan Anak Korban
Rahmat menyuarakan keresahannya: “Mama saya kooperatif, tidak pernah mangkir, surat kami lengkap sejak tahun 1961. Tapi kami tidak diberi ruang pembelaan. Tiba-tiba dituduh memalsukan surat tanpa ada pembuktian. Kami hanya rakyat kecil,” tulisnya.
Ia juga mengungkap telah berulang kali mengirim pesan ke DPRD dan pejabat kota Dumai, namun belum mendapat balasan. Tindakannya mencerminkan keputusasaan warga sipil terhadap birokrasi hukum yang lamban dan terkesan tidak berpihak.
Panggilan untuk Pemerintah dan Penegak Hukum
Kasus ini menjadi cerminan buruknya perlindungan hukum terhadap masyarakat sipil dalam konflik agraria. Pemerintah daerah dan pusat diminta turun tangan secara objektif. Transparansi proses hukum sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dikorbankan demi kepentingan mafia atau kekuasaan.(*)
“Penegakan hukum bukan panggung bagi yang kuat menindas yang lemah, tetapi benteng terakhir bagi keadilan”
Rilis: Redaksi
Editor: When
Empat Pengedar 73 Kg Narkoba Divonis Mati di PN Siak: Alarm Bahaya Peredaran Gelap di…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(16/08/25),-Komisi I DPRD Pekanbaru kembali menyoroti keberadaan tiang-tiang provider internet yang menjamur di…
UPDATEINEWS | DUMAI,(16/08/25) - Awan gelap kembali menyelimuti kilang raksasa PT Kilang Pertamina Internasional (PT…
UPDATEINEWS | PEKANBARU, (16/08/25) - Kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD…
“Kalau aturan ini diabaikan, jelas ada konsekuensinya. Pemerintah harus berani mencabut izin, bukan hanya menutup…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(15/08/25) – Suasana di kompleks Kantor DPRD Provinsi Riau, Kamis (14/8/2025) sore, mendadak…
This website uses cookies.