“Korupsi Berkedok Wisuda, Aparat Terlena atau Sengaja Diam?”

UpdateiNews| Pekanbaru, (20/05/25) – Polemik dugaan penyimpangan anggaran wisuda Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau tahun 2024 kembali menjadi sorotan tajam publik. Meski sejumlah indikasi pelanggaran hukum dan penyalahgunaan keuangan negara telah terang benderang, hingga kini belum terlihat langkah konkret dari aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan, untuk mengusut tuntas kasus ini.

Dana sebesar Rp2,49 miliar yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU) diduga digunakan tanpa mekanisme pengadaan yang sah, minim transparansi, dan menyisakan dana lebih dari Rp1,7 miliar yang tidak dapat ditelusuri dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). Namun, penanganan dari pihak kejaksaan masih berjalan lambat, nyaris tanpa geliat investigasi berarti.

Kejaksaan Dinilai “Tertidur”

Pengamat hukum dari Universitas Riau, Dr. Taufik Hasibuan, S.H., M.H., menilai kinerja kejaksaan dalam menangani kasus ini sangat mengecewakan.

“Sudah lebih dari enam bulan sejak laporan disampaikan, tapi tidak ada perkembangan signifikan. Ini menunjukkan ada kelambanan sistemik atau bahkan potensi keberpihakan. Padahal, bukti awal sudah sangat kuat, mulai dari tidak adanya perencanaan pengadaan hingga dugaan mark-up,” ujar Dr. Taufik.

Ia menambahkan, dalam sistem hukum yang sehat, kejaksaan seharusnya segera melakukan penyelidikan proaktif, bukan menunggu bola bergulir dari laporan formal berulang-ulang.

“Ini bukan delik aduan biasa. Ini menyangkut keuangan negara dan harusnya menjadi prioritas utama kejaksaan,” tegasnya.

Potensi Pelanggaran Berlapis dan Peran Kejaksaan yang Mandul

Dalam catatan investigasi, ditemukan pelaksanaan kegiatan wisuda terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan dokumen pengadaan – sebuah praktik yang melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan sejumlah regulasi turunan lainnya. Ironisnya, RUP yang sempat diajukan kemudian dihapus secara tidak sah, memperkuat dugaan adanya upaya penutupan jejak.

Modus-modus ini, jika dibiarkan tanpa penindakan cepat, tidak hanya menciptakan preseden buruk, tapi juga membuka peluang bagi kasus serupa terjadi di kampus-kampus lain yang mengelola dana BLU.

“Menunggu Apa Lagi?”

Aktivis antikorupsi dari Forum Masyarakat Transparansi Riau (Formatra), Rini Oktaviani, menyebut lambannya penindakan aparat sebagai bentuk pembiaran terhadap praktik korupsi di lingkungan pendidikan.

“Kejaksaan seolah menunggu tekanan publik baru bergerak. Ini berbahaya. Ketika integritas di kampus dipertaruhkan dan pejabat tetap kebal, maka bukan hanya uang negara yang dicuri kepercayaan publik pun ikut hancur,” katanya.

Desakan Audit Forensik dan Intervensi KPK

Berbagai kalangan kini mendesak Kejaksaan Tinggi Riau dan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama untuk segera melakukan audit forensik terhadap seluruh transaksi pengadaan wisuda UIN Suska. Bahkan, beberapa pihak mengusulkan keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dinilai lebih independen dan tegas dalam menangani kasus pengadaan fiktif dan dugaan korupsi terstruktur.

Keadilan yang Lambat, Adalah Keadilan yang Gagal

Dalam konteks ini, sikap lamban aparat hukum tak hanya mencederai prinsip akuntabilitas, tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar: apakah hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas?

Laporan investigasi ini akan terus diperbarui dengan perkembangan terbaru, termasuk langkah-langkah yang diambil (atau tidak diambil) oleh Kejaksaan dan lembaga terkait lainnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *