KM Berkat Sepakat-12: Rp100 Juta Disita, Kapal & Awak Dilepas, Administrasi Jadi Tameng Hukum di Laut?

Kasi Layanan Informasi Bea Cukai Dumai Dedi Husni Sebut Hanya Pelanggaran Administrasi

UPDATEINEWS|DUMAI,(13/08/25) – Kasus penangkapan kapal KM Berkat Sepakat-12 di perairan Panipahan, Rokan Hilir, yang ditangani Bea Cukai Dumai kembali memicu polemik tajam di publik. Kapal yang pada 6 Juli lalu dibekuk patroli BC-9004 usai berlayar dari Port Klang, Malaysia, terbukti membawa minuman beralkohol, obat-obatan, jaring, mesin pompa, drum kosong, dan berbagai barang lain dengan total nilai sitaan lebih dari Rp100 juta.

Ironisnya, meski barang disita, kapal dan seluruh awaknya dilepas. Keputusan ini sontak mengundang gelombang pertanyaan publik: Apakah hukum di laut hanya berhenti pada sanksi administrasi?

Kepala KPPBC TMP B Dumai, Bapak Ruru Firza Isnandar, melalui Pelayanan Informasi Dedi Husni, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan tidak menemukan unsur pidana. Barang yang disita hanyalah kelebihan bawaan awak kapal yang melebihi batas ketentuan PMK tentang barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut.

“Barang miras yang dibawa itu bukan ilegal, tetapi jumlahnya melebihi batas yang diperbolehkan. Atas kelebihan tersebut kami sita dan proses sesuai aturan. Kapal dan kru dilepas karena tidak ada pelanggaran pidana,” tegas Dedi Husni melalui pesan resmi kepada media.

Menurutnya, proses akhir pemeriksaan menghasilkan beberapa tindakan:

  • Barang kargo resmi diproses melalui PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
  • Agen kapal dikenakan denda Rp5 juta atas keterlambatan RKSP dan Rp10 juta atas keterlambatan inward manifest.
  • Barang bawaan awak kapal yang melebihi batas disita, diterbitkan SBP (Surat Bukti Penindakan), dan kini berstatus Barang Dikuasai Negara (BDN).

Daftar Barang Yang Dikuasai Negara

Berdasarkan dokumen resmi Bea Cukai Dumai, barang sitaan mencakup:

  • 40 liter MMEA berbagai merek (minuman beralkohol)
  • 15 karung jaring
  • 10 unit mesin pompa
  • Mesin pagar, lampu jaring, lem kapal, mata pancing, obat-obatan, vitamin, drum kosong, sterofoam, hingga perlengkapan kapal lainnya.

Nilai total barang: lebih dari Rp100 juta.

Meski Bea Cukai Dumai bersikeras bahwa semua prosedur telah sesuai aturan kepabeanan, publik tetap mempertanyakan alasan pelepasan kapal dan awak. Fakta bahwa sebagian muatan tidak tercantum dalam manifes awal menimbulkan kecurigaan adanya celah hukum yang dimanfaatkan.

Pertanyaan yang mengemuka:

– Apakah kelebihan bawaan bernilai Rp100 juta wajar hanya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif?

– Mengapa pemilik kapal Oliyong tidak dimintai keterangan lebih lanjut?

– Apakah perlakuan ini bisa menjadi preseden bagi modus serupa di wilayah rawan penyelundupan seperti Panipahan?

Lemahnya Pengawasan Perbatasan

Meski Bea Cukai Dumai berjanji menjaga integritas perdagangan, kasus ini menunjukkan pola berulang: penindakan di laut berakhir di meja administrasi.

Nilai barang sitaan besar, muatan melebihi batas legal, tapi proses berhenti di denda ringan dan pelepasan kapal.

Bagi publik, ini bukan sekadar kasus kapal ini cermin rapuhnya garda depan penjaga laut kita.

Pertanyaannya kini:

Apakah hukum di laut masih ditegakkan demi keadilan, atau cukup “dirapikan” agar terlihat tertib di atas kertas?

Kepala KPPBC TMP B Dumai melalui Dedi Husni menegaskan komitmen Bea Cukai dalam menjaga integritas perdagangan nasional dan mencegah peredaran barang ilegal. Namun, bagi publik, kasus ini menjadi gambaran nyata bahwa di garis depan perbatasan laut, penegakan hukum kerap berakhir pada meja administrasi.

Dengan nilai sitaan yang besar dan fakta bahwa muatan melebihi batas legal, kasus KM Berkat Sepakat-12 meninggalkan catatan kelam: apakah hukum di laut benar-benar ditegakkan, atau sekadar diatur agar terlihat rapi di atas kertas?.(*)

Rilis: tim redaksi dumai

Editor: wheny

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *