UPDATEINEWS | PEKANBARU, (17/08/25) – Asap kembali menebal, dan jari telunjuk publik lagi-lagi mengarah ke korporasi sawit. Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama BPLH akhirnya turun tangan, menyegel konsesi dan menutup satu pabrik sawit di Riau yang dinilai lalai mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Lima nama perusahaan kini tercatat hitam dalam daftar: PT Adei Crumb Rubber, PT Multi Gambut Industri, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Sumatera Riang Lestari, dan PT Jatim Jaya Perkasa. Semua dianggap gagal mengendalikan api di arealnya.
Jejak Hitam Perusahaan: Kasus Lama Berulang
Publik tentu belum lupa, sebagian dari perusahaan ini bukan pemain baru di panggung Karhutla.
- PT Adei Crumb Rubber, misalnya, pernah terseret kasus kebakaran besar pada 2013. Pengadilan bahkan sempat memvonis manajernya bersalah. Namun, entah kenapa perusahaan ini tetap eksis dan masih mengantongi izin.
- PT Sumatera Riang Lestari, tercatat dalam sejumlah laporan NGO internasional terkait konflik lahan dan kebakaran hutan di Riau bagian selatan.
- PT Jatim Jaya Perkasa, pabrik sawit yang kini ditutup, sebelumnya juga pernah diprotes warga Rokan Hilir karena cerobong asapnya yang menyesakkan.
Apakah ini kebetulan, atau memang pola lama yang dibiarkan terus berulang?
Sanksi Tegas: Serius atau Basa-basi?
Empat perusahaan sawit dan hutan kini hanya disegel dan dikenai sanksi administratif. Sedangkan PT Jatim Jaya Perkasa, dijatuhi hukuman paling berat: penutupan operasional total karena terbukti mencemari udara dan lalai mengendalikan api.
Namun, pengamat lingkungan menilai sanksi ini masih sebatas “tamparan ringan” bagi korporasi yang meraup keuntungan triliunan dari sawit. “Segel bisa dibuka, izin bisa dipulihkan, dan denda bisa dianggap ongkos produksi. Kalau tidak ada langkah pidana, maka efek jeranya nihil,” ujar seorang aktivis WALHI Riau kepada Update iNews.
Rakyat Jadi Korban, Korporasi Aman?
Di lapangan, yang menderita tetap masyarakat kecil. Petani gagal panen, anak-anak terserang ISPA, dan udara kota Pekanbaru kian beracun. Ironisnya, perusahaan-perusahaan ini masih melenggang dengan izin usaha yang sah.
“Ini bukan hanya masalah administrasi, ini kejahatan lingkungan. Seharusnya ada jerat pidana, penyitaan aset, dan pencabutan izin permanen. Kalau tidak, sama saja negara melindungi korporasi daripada rakyatnya,” tegas seorang dosen hukum lingkungan Universitas Riau.
Sejarah karhutla di Riau adalah catatan luka panjang. Nama-nama korporasi besar sering disebut, sanksi demi sanksi diumumkan, tapi bencana asap terus berulang setiap tahun. Pertanyaannya: apakah negara benar-benar berani menghukum sampai ke akar, atau hanya sebatas pencitraan di atas kertas?.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: Wheny