“Kepala BPKAD Yulianis seharusnya sudah duduk di kursi terdakwa!”

UpdateiNews | Pekanbaru, (24/05/25)- Sidang lanjutan kasus korupsi Pemko Pekanbaru, Selasa 20 Mei 2025, tak ubahnya panggung pertunjukan bobroknya birokrasi yang sudah kehilangan malu. Di hadapan publik, hakim Tipikor Delta Tamtama membuka tabir gelap yang selama ini hanya dibisikkan di lorong-lorong kekuasaan: “Kepala BPKAD Yulianis seharusnya sudah duduk di kursi terdakwa!”

‎Ucapan hakim ini bukan isapan jempol. Berdasarkan kesaksian lima pejabat kunci, terungkap bahwa praktik pemotongan anggaran yang secara sopan disebut “potongan GU dan TU”  masih berlangsung hingga kini, bahkan setelah Wali Kota baru, Agung Nugroho, menjabat.

‎”Masih dipotong juga? Dari 10% jadi 15% pula. Kalian ikut saja?!” sembur Hakim Delta, nyaris seperti mewakili suara rakyat yang muak.

‎Pekik Hakim Delta bukan hanya mengguncang ruang sidang, tapi mengguncang kredibilitas KPK. Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK hanya bisa diam, padahal kesaksian para pejabat sudah menunjukkan arah yang jelas: pemotongan anggaran terjadi secara sistematis, melibatkan pucuk pimpinan, dan dilanjutkan dari rezim ke rezim.

‎KPK Seolah Bungkam, Publik Bertanya: Kenapa Yulianis Belum Tersangka?

‎Dalam sidang itu, nama Yulianis berkali-kali disebut sebagai pengendali pemotongan dana lintas OPD. Tapi hingga berita ini diturunkan, KPK belum juga menetapkannya sebagai tersangka. Apakah ada ketakutan? Tekanan politik? Atau deal gelap yang membungkam langkah hukum?

‎Padahal, saksi demi saksi telah mengaku terang-terangan. Sukardi Yasin dan Hariyanto dari BPKAD mengiyakan bahwa potongan dana masih berlangsung. Bahkan auditor dan analis kebijakan Setdako menyebut adanya permintaan dari atasan. Siapa atasan itu? Apakah hanya berhenti di level teknis?

‎Hakim Delta melanjutkan dengan menyentil langsung nama Wali Kota aktif:

‎“Sudah berapa disetor ke Wali Kota mu yang baru? Terima juga seperti ini?”

‎Dan saksi, dengan suara yang gugup, menjawab: “Iya.”

‎Pukulan telak. Sidang berubah jadi dakwaan moral.

‎Pemerintah Kota Diam, Rakyat Bertanya: Ada Apa?

‎Sampai sekarang, tak ada pernyataan resmi dari Pemko Pekanbaru. Diamnya Agung Nugroho dan Sekdako baru hanya menambah kecurigaan. Publik menunggu klarifikasi, tapi yang datang hanya sunyi.

‎Apakah mereka sedang menyusun narasi pembelaan? Atau menunggu badai reda?

‎Budaya Potong Anggaran: Dari Risnandar ke Agung, Tak Pernah Mati

‎Kasus ini sejatinya bukan sekadar persoalan Risnandar, Indra Pomi, atau Novin Karmila. Ini tentang sistem yang dibangun untuk menghisap uang rakyat secara rutin, berjenjang dan berjemaah.

‎Kalau kesaksian benar, berarti:

‎Pemotongan dilakukan sebelum pencairan anggaran.

‎Dana yang “dipotong” disetorkan ke atasan.

‎OPD harus patuh, atau tak kebagian kue.

‎Dengan kata lain: korupsi bukan penyimpangan di Pemko Pekanbaru — ia adalah prosedur.

‎Tuntutan Publik: KPK Harus Tegas, Bukan Taktis

‎Kini, sorotan mengarah ke KPK. Jika lembaga anti-rasuah itu tunduk pada tekanan, maka hancurlah kepercayaan rakyat.

‎KPK tak bisa lagi bersembunyi di balik proses. Ini bukan sekadar perkara hukum, ini soal nyali.

‎EPILOG: Saat Meja Hijau Menjadi Cermin Luka Kota

‎Apa yang terjadi di ruang sidang Tipikor bukan semata proses hukum, tapi pembongkaran sistem yang membusuk. Dan ketika hakim berteriak, jaksa terdiam, dan saksi mengaku — rakyat berhak tahu: siapa sebenarnya penguasa di balik anggaran yang dipotong itu?

‎Jika hari ini Yulianis belum tersangka, maka pertanyaan kita satu:

‎“Siapa yang melindunginya?”. (*)

‎rilis: Redaksi

Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *