Categories: Infotorial

Kejagung Banding! Skandal Gula Tom Lembong Bukan Sekadar Vonis, Tapi Cermin Bobroknya Tata Niaga Pangan

UpdateiNews | Jakarta,(24/07/25) –Kejaksaan Agung RI resmi mengajukan banding atas vonis ringan 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Rabu (23/7/2025). Tom Lembong sebelumnya dinyatakan bersalah dalam perkara mega korupsi izin importasi gula tahun 2015–2016 yang merugikan keuangan negara ratusan miliar rupiah. Meski telah dijatuhi hukuman, Kejagung menilai amar putusan hakim terlalu ringan dan tidak mencerminkan besarnya dampak dari kejahatan yang dilakukan terhadap perekonomian nasional.

Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025), Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Tom Lembong. Hakim menyatakan Lembong terbukti melakukan perbuatan melawan hukum saat menjabat Mendag, yang menyebabkan kerugian negara dalam kebijakan kuota impor gula. Namun, hakim mempertimbangkan sikap kooperatif terdakwa, serta fakta bahwa sebagian besar kerugian negara telah dikembalikan, sebagai alasan untuk meringankan hukuman.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan banding diajukan karena vonis tersebut dinilai tidak sepadan dengan dampak sistemik perbuatan terdakwa. Jaksa menilai kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp578,1 miliar, berbeda dengan nilai yang diyakini hakim yakni hanya Rp194,7 miliar. Perbedaan angka inilah yang menjadi fokus sengketa dalam permohonan banding.

Kronologi Kasus: Manipulasi Izin Impor dari Balik Meja Kementerian

Skandal ini mencuat dari penyelidikan Kejaksaan Agung sejak awal 2023, berdasarkan audit BPK dan laporan lintas kementerian tentang ketimpangan kuota impor gula selama periode 2015–2016. Saat menjabat Mendag, Tom Lembong diduga memberikan izin impor kepada lima perusahaan swasta tanpa prosedur lelang terbuka dan tanpa mengacu pada data stok nasional yang akurat.

Investigasi Kejaksaan menemukan bahwa Lembong telah menandatangani rekomendasi impor sebesar 1,2 juta ton gula tanpa koordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Bapanas (Badan Pangan Nasional). Rekomendasi tersebut membuat harga gula petani anjlok di bawah harga pokok produksi, sementara perusahaan-perusahaan penerima kuota mendapat margin keuntungan hingga dua kali lipat dari harga internasional. Dalam sidang, terungkap bahwa perusahaan-perusahaan itu menyetor dana puluhan miliar ke rekening pihak ketiga yang terkait dengan aktor dalam lingkaran Kementerian Perdagangan.

Pada 15 Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dan langsung menahannya. Proses hukum berjalan relatif cepat karena bukti dokumen, aliran dana, dan keterangan saksi cukup kuat. Namun vonis ringan dari hakim membuat banyak kalangan mempertanyakan arah penegakan hukum terhadap elite pemerintahan.

Keadilan Tidak Boleh Diperdagangkan

Sebagai tokoh yang sempat dipuja karena gaya reformisnya, kasus ini menjungkirbalikkan citra Tom Lembong. Ia bukan hanya dinilai melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik. Dalam pembelaannya, Lembong mengeklaim bahwa kebijakan impor yang diambil adalah bagian dari strategi liberalisasi ekonomi untuk menjaga stok gula dan menghindari inflasi. Namun argumen ini dimentahkan hakim karena kebijakan tersebut tidak dilakukan secara transparan dan telah menimbulkan kerugian negara serta melemahkan posisi petani lokal.

Langkah Kejaksaan Agung untuk tetap mengajukan banding dipandang sebagai bentuk konsistensi hukum dan tanggung jawab moral terhadap publik. Dalam kasus ini, korupsi bukan semata soal angka, melainkan soal pengkhianatan terhadap mandat konstitusional untuk mengelola pangan demi kesejahteraan rakyat. Banyak pihak berharap, di tingkat banding, majelis hakim bisa menghadirkan keadilan yang lebih substansial.

Kini, publik menanti babak baru di pengadilan tinggi. Akankah Tom Lembong tetap menikmati vonis ringan, atau hukum akhirnya menampakkan wajahnya yang adil dan tegas? Yang pasti, keadilan tak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jika kejahatan dalam kebijakan ekonomi dibiarkan, maka ketimpangan dan kemiskinan akan terus diproduksi dari balik kebijakan yang manipulatif.(*)

Rilis: Redaksi

Editor: Wheny 

Bobby Setiawan

Recent Posts

HUT RI KE 80 ; Kapolres Kepulauan Meranti Hadiri Penyerahan Remisi Umum ke 373 Orang Tahanan Lapas

UPDATEINEWS | MERANTI,(17/08/25) - Bertempat di Lembaga Kelas II-B Selatpanjang Kec. Tebing Tinggi Kab. Kep.…

44 minutes ago

UIN Suska Riau Gelar Turnamen Badminton Rektor Cup II: Ajang Sportivitas dan Silaturahmi Komunitas

UPDATEINEWS | PEKANBARU,((17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…

2 hours ago

UIN Suska Riau Gelar Turnamen Badminton Rektor Cup II: Ajang Sportivitas dan Silaturahmi Komunitas

UPDATEINEWS | PEKANBARU,(17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…

2 hours ago

Johar Firdaus Resmi Raih Doktor Ilmu Sosial Unpad: Bukti Usia Bukan Penghalang untuk Belajar

UPDATEINEWS | BANDUNG,(17/08/25) - Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis. Johar Firdaus, tokoh yang dikenal…

4 hours ago

Buron 7 Tahun, Eks Anggota DPRD Bengkalis Suhendri Asnan Akhirnya Tertangkap

UPDATEINEWS | BENGKALIS,(17/08/25) - Setelah tujuh tahun menghilang bak ditelan bumi, mantan Anggota DPRD Bengkalis…

4 hours ago

Khoirul basar S.H: Menanggapi Isu Kenaikan PBB 300 Persen di Pekanbaru

UPDATEINEWS|PEKANBARU,(17/08/25) - Baru baru ini masyarakat di hebohkan dengan isu kenaikan pajak PBB di kota…

7 hours ago

This website uses cookies.