Orang Tua Murid Tempatan Mengadu Nasib, Memo dan Uang Rp6 Juta Jadi Syarat Tak Tertulis untuk Masuk Sekolah Negeri?
UpdateiNews | Pekanbaru,(7/07/25) – Suasana di sejumlah SMA dan SMK Negeri hari ini tampak riuh. Bukan karena kegiatan belajar-mengajar, tapi karena ratusan orang tua siswa memadati sekolah untuk memperjuangkan nasib anak-anak mereka. Mereka warga tempatan, yang rumahnya hanya sepelemparan batu dari sekolah, namun nama anak-anak mereka tak muncul dalam daftar siswa diterima.
Polemik mencuat saat penelusuran mendalam menemukan adanya perbedaan narasi antara pihak sekolah dan Dinas Pendidikan soal murid tambahan yang disebut-sebut “masih bisa diterima” lewat jalur afirmasi, domisili, pindahan, hingga prestasi.
Pihak Dinas Pendidikan menegaskan, keputusan menerima murid tambahan sepenuhnya berada di tangan sekolah. Bahkan, diklaim bahwa sistem menilai berdasarkan peringkat nilai tertinggi di masing-masing jalur, dan selama kuota belum penuh, sekolah bebas menentukan. Namun, beberapa orang tua murid menyampaikan bahwa sekolah justru menyarankan mereka “minta memo ke dinas” jika ingin anaknya diinput ke sistem Dapodik.
“Kami ini warga sekitar, rumah kami hanya beberapa rumah dari sekolah. Anak saya nilainya 82, tapi ditolak. Kata pihak sekolah, coba minta izin dari Dinas, nanti bisa diinput ke Dapodik,” ujar seorang ibu sambil menahan tangis, di depan SMK Negeri di kawasan Rumbai.
Lebih mengejutkan, dalam testimoni yang kami himpun, salah satu orang tua mengaku ditawari masuk jalur khusus jika sanggup membayar Rp6 juta melalui komite.
“Saya kaget waktu Komite bilang, kalau ibu ada uang Rp6 juta, anak ibu bisa langsung diterima,” katanya. “Kami bukan orang mampu, masuk sekolah negeri itu harapan agar anak bisa sekolah tanpa beban biaya bulanan.”
Munawar Syahputra, SH: DPRD Tak Akan Diam, PPDB Harus Transparan!
Menanggapi polemik ini, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi Riau, Munawar Syahputra, SH, angkat bicara dengan nada tegas. Ia menyebut bahwa fenomena PPDB tahun ini sarat dengan ketidakadilan, dan sudah saatnya pemerintah membuka seluruh proses secara terang benderang.
“Kami minta Dinas Pendidikan segera transparan dan bertanggung jawab. Jangan sampai masyarakat kecil dikorbankan oleh permainan sistem dan kekuasaan. DPRD punya peran dalam regulasi dan pengawasan. Jika ini dibiarkan, kami akan dorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk membongkar praktik-praktik tak sehat dalam PPDB,” tegas Munawar.
Bahkan, politisi muda itu menyatakan DPRD akan mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kepala sekolah dan pejabat dinas yang terbukti melakukan pembiaran atau terlibat dalam praktik diskriminatif dan transaksional.
“Kalau ada kepala sekolah yang main mata dengan komite atau pihak luar, jangan salahkan kalau kami dorong pemberhentian. Kami tak akan membiarkan dunia pendidikan jadi ladang bisnis!”
Memo atau Uang? Siapa Dalangnya?
Pernyataan saling lempar antara sekolah dan dinas menimbulkan pertanyaan: siapa yang sebenarnya berkuasa dalam mekanisme penerimaan murid tambahan? Apakah nilai benar-benar menjadi penentu utama, atau ada kekuatan tak kasat mata berupa memo atau “amplop khusus” yang harus diminta ke Dinas?
Situasi ini mengisyaratkan adanya ketimpangan sistem dan potensi praktik pungutan liar yang berkedok komite. Ketika warga lokal yang berhak secara zonasi malah terpinggirkan oleh mekanisme abu-abu, integritas sistem pendidikan publik menjadi pertaruhan.
Publik menanti sikap tegas dari Gubernur Riau dan Ombudsman RI untuk membuka keran transparansi.
Catatan Redaksi:
Kami akan terus menelusuri lebih jauh dugaan pungli, memo gate, dan saling lempar tanggung jawab antara institusi pendidikan dan birokrasi. Jika Anda memiliki informasi atau mengalami hal serupa, silakan kirimkan kesaksian Anda ke redaksi.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When