UpdateiNews | Pekanbaru,(20/06/25) – Dugaan korupsi melalui modus perjalanan dinas fiktif (SPPD) di Sekretariat DPRD Provinsi Riau terus bergulir dan menarik perhatian masyarakat. Setelah menyebutkan inisial “M” yang diduga merujuk pada mantan Sekretaris DPRD, kini publik menuntut transparansi penuh dari para pejabat utama di balik kinerja legislatif periode 2019–2024.
“Pertanyaannya sederhana namun tajam: SPPD ini digunakan untuk siapa? Kalau bukan anggota dewan, lalu siapa?” tegas seorang sumber internal di lingkungan pemerintahan provinsi yang menolak disebutkan namanya.
Perjalanan menjadi dinas pos anggaran strategi yang sering dijadikan ladang permainan. Investigasi awal menunjukkan bahwa banyak SPPD yang dikeluarkan dalam periode 2019–2024 untuk keperluan kunjungan kerja, bimtek, studi banding ke luar provinsi namun laporan dengan yang meremehkan.
Sumber lain menyebutkan adanya “SPPD kering” alias SPPD yang hanya ada di atas kertas, tanpa aktivitas nyata. Bahkan nama beberapa staf disebut digunakan tanpa sepengetahuan mereka.
“Kalau terbukti ada SPPD fiktif, maka tanggung jawab moral dan hukum bukan hanya pada sekretariat, tapi harus diminta ke seluruh jajaran pimpinan dan anggota DPRD periode itu,” kata Ir. Azwar M. Lubis, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan.
Berikut ini beberapa nama yang menurut pengamatan investigasi patut dimintai klarifikasi dan tanggung jawab:
Lembaga legislatif tidak boleh berlindung di balik prosedur administratif, karena SPPD bukan hanya surat, tapi dokumen yang menyedot uang rakyat.
Ahli hukum pidana dan tata negara dari Universitas Andalas, Dr. Husni Rahman, SH, MH menyatakan bahwa perkara ini sudah masuk kategori dugaan korupsi terstruktur dan tidak bisa berhenti di tingkat staf atau pejabat struktural struktural.
“Ini bukan soal satu nama berinisial M, ini soal struktur. Jika tidak ingin kepercayaan publik runtuh, Kapolda Riau harus mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang adil, obyektif, dan bebas dari intervensi politik penguasa,” tegasnya.
“Proses hukum harus mengumpulkan semua yang terlibat. Kalau hanya menjerat birokrat kelas bawah, sementara pengambil kebijakan politik dibiarkan, maka kita sedang memelihara ketidakadilan,” tambah Husni.
Kita kupas skema alur SPPD di lingkungan DPRD, dari awal sampai cairnya uang:
Kita jabarkan potensi siapa-melakukan-apa, berdasar fungsi jabatan:
Jabatan Potensi Keterlibatan
Laporan ini mendesak:
Kasus SPPD fiktif di DPRD Riau bukan sekadar menyebutkan nama “M” ke publik. Lebih dalam dari itu, ia menggambarkan budaya pengaburan tanggung jawab dan kemungkinan praktik korupsi berjamaah yang mengakar di lembaga legislatif daerah.
Jangan biarkan rakyat terus dibodohi.
Uang negara bukan untuk diputar-putar dalam laporan fiktif.
Jika DPRD tak bersih, bagaimana legislasinya bisa bernilai?. (*)
Rilis: Redaksi
Editor: When
“NKRI Untung Besar dari Riau, Tapi Rakyat Riau Selalu Jadi Korban” UPDATEINEWS | PEKANBARU,(17/08/25) -…
Manipulasi Data TPP yang Menggerogoti Birokrasi UPDATEINEWS|BERAU, (17/08/25) - Kasus korupsi yang menyeret seorang ASN…
UPDATEINEWS | PEKANBARU, (17/08/25) - Asap kembali menebal, dan jari telunjuk publik lagi-lagi mengarah ke…
UPDATEINEWS| JAKARTA, (17/08/25) - Polemik pasal karet dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) kian…
Empat Pengedar 73 Kg Narkoba Divonis Mati di PN Siak: Alarm Bahaya Peredaran Gelap di…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(16/08/25),-Komisi I DPRD Pekanbaru kembali menyoroti keberadaan tiang-tiang provider internet yang menjamur di…
This website uses cookies.