“NKRI Untung Besar dari Riau, Tapi Rakyat Riau Selalu Jadi Korban”
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(17/08/25) – Isu “Riau Merdeka” kembali mencuat. Bukan hal baru, hanya selalu jadi komoditas panas ketika ketidakadilan ekonomi kian terasa. Dan seperti biasa, rakyat kecil yang paling dulu jadi korban narasi besar ini.
Gubernur Riau Abdul Wahid menepis isu pemisahan diri dan justru mendorong status Daerah Istimewa Riau (DIR). Gagasan ini masuk akal bila ditilik sejarah panjang: Kesultanan Siak yang rela melebur ke republik, bahasa Melayu Riau yang jadi akar bahasa Indonesia, hingga sumbangan minyak, gas, dan sawit yang menopang APBN puluhan tahun.
Namun, mari kita jujur: apa balasan negara terhadap Riau?
– Jalan rusak masih menjadi pemandangan umum di banyak kabupaten.
– Dana bagi hasil migas tersendat, rakyat justru disuguhi janji pembangunan yang tak kunjung nyata.
– Perusahaan tambang dan perkebunan raksasa panen triliunan, tapi desa-desa di sekitarnya masih bergulat dengan kemiskinan.
Inilah ironi. Riau kaya, rakyatnya miskin.
Pusat dan Daerah: Sama-Sama Bermain
Status Daerah Istimewa terdengar manis, tapi jangan lupa: Aceh pun yang sudah istimewa masih berkutat dengan konflik elit dan rakyat tetap miskin. Yogyakarta yang istimewa pun tetap diwarnai ketimpangan.
Jika wacana ini hanya jadi proyek elit, maka hasilnya sama: rakyat tetap dijadikan tameng, sementara kursi empuk dan anggaran jumbo hanya berpindah tangan.
Rakyat Tetap Jadi Korban
Baik dengan label “Riau Merdeka” ataupun “Riau Istimewa”, rakyatlah yang selalu jadi bahan bakar narasi politik.
- Ketika elit berteriak soal hak istimewa, rakyat masih antre minyak goreng.
- Ketika pejabat berdebat soal otonomi, anak-anak di pedalaman masih belajar di sekolah berdinding papan.
- Ketika perusahaan asing panen laba, nelayan dan petani Melayu masih bergulat dengan harga yang tak menentu.
UpdateiNews Menegaskan:
Jika Riau benar-benar ingin istimewa, maka keistimewaan pertama harus jatuh ke rakyatnya sendiri bukan ke elit yang menjadikan isu ini sebagai alat tawar-menawar politik.
Sejarah sudah membuktikan, Riau memberi tanpa banyak menuntut. Kini saatnya negara membalas dengan adil. Jika tidak, wacana “Riau Merdeka” akan selalu menemukan panggungnya, dan rakyat lagi-lagi yang dipaksa membayar mahal harga ketidakadilan.
🔥 Opini ini bukan sekadar kritik, tapi alarm. Karena di tanah yang begitu kaya, terlalu banyak rakyat yang masih dijadikan penonton di panggung yang dimainkan elit. (*)
Rilis: Pimred Redaksi
Editor: Wheny