Perbarui Berita | Meranti,(17/07/25 ) – Di balik kemilau proyek pemerintah, terselip bau busuk permainan kotor. Nama Bripka HR anggota Polri aktif di Polres Meranti, disebut kembali bukan sebagai pembela hukum, melainkan mengatur skema penjualan beli proyek pemerintah. Kali ini, keterlibatannya disebut-sebut berkolaborasi dengan LM, istrinya yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Meranti dari Partai NasDem.
Skandal ini mencatat dalam kegiatan pengadaan langsung (PL) di lingkungan Sekretariat DPRD Meranti Tahun Anggaran 2025. Sejumlah proyek kecil bernilai ratusan juta rupiah dikabarkan telah “dijual” dengan ketidakseimbangan fee 10–15%, namun parahnya: proyek sudah selesai, namun pembayaran belum jelas, sedangkan fee sudah diambil habis oleh pasangan suami-istri ini.
Narasumber Ungkap: “Kami Diminta Setor Biaya Dulu, Tapi Dana Belum Cair Juga”
Salah satu rekanan (kontraktor lokal) yang enggan disebutkan namanya membeberkan skema kotor ini:
”Kami diminta setor fee dulu. Nilainya 10 hingga 15 persen tergantung proyek. Mereka bilang ‘memuluskan’. Kami percaya karena istri (LM) anggota DPRD, dan suami (HR) katanya yang ngatur semua kegiatan,” ungkapnya.
Proyek pengadaan yang dikerjakan ini sudah rampung 100%, lengkap dengan berita acara dan dokumentasi serah terima. Namun hingga pertengahan Juli 2025, kontraktor belum juga menerima pembayaran dari pihak sekretariat DPRD, dengan alasan yang simpang siur.
“Yang bikin marah, fee udah diambil semua. Tapi sekarang mereka lepas tangan. Kami diminta sabar, padahal uang proyek itu modal pinjaman,” lanjutnya.
Permainan di Balik Meja: Proyek Direkayasa, Biaya Dipatok, Kontraktor Dicekik
Dari informasi yang berhasil dihimpun, modus yang dijalankan HR dan LM adalah sebagai berikut:
- Proyek-proyek PL (Pengadaan Langsung) dan swakelola dikendalikan dari awal oleh kelompok kecil yang dekat dengan pasangan HR–LM
- Penunjukan rekanan dilakukan secara “terarah”, bukan berdasarkan seleksi yang adil.
- Biaya proyek wajib disetorkan di awal sebelum realisasi pembayaran dilakukan.
Bila rekanan memprotes atau menyaring kejelasan anggaran, mereka diancam tidak akan diberi pekerjaan lagi.
”Ada yang bilang ini semacam ijon proyek. Tapi lebih gila, karena yang main oknum polisi dan wakil rakyat. Harusnya mereka yang melindungi, bukan dibuat-buat,” kata aktivis antikorupsi lokal, Fikri Ananta.
Citra Partai NasDem Dipertaruhkan
Karena LM adalah kader aktif Partai NasDem, sejumlah pihak mendesak DPW Partai NasDem Riau dan DPP di Jakarta untuk segera melakukan klarifikasi dan penertiban internal.
“Ini bukan lagi masalah pribadi. Kalau partai diam, publik bisa menilai bahwa partai ikut membiarkan kadernya merusak institusi dan merugikan rakyat,” ujar Ratri Anggiani, pengamat politik daerah.
Seruan Kepada Aparat: Saatnya Dibuka ke permukaan
Sejumlah tokoh masyarakat kini mendesak agar Inspektorat Daerah, BPKP, dan bahkan KPK RI turun tangan untuk mengaudit anggaran kegiatan Sekwan DPRD Meranti Tahun 2025, termasuk menelusuri aliran biaya dan pola penunjukan proyek.
“Jangan tunggu rakyat ngamuk. Ini proyek negara, uang rakyat. Kalau sudah dimainkan oknum aparat dan wakil rakyat, itu mengkhianati ganda,” tegas H. Malik Hasan, tokoh adat Merbau.
Penegak Hukum atau Bandar Proyek?
Kasus ini hanyalah satu pintu dari deretan skandal yang melibatkan pasangan Bripka HR dan LM yang disebut punya kendali atas jalur tambang ilegal, kayu ilegal, hingga penjatahan proyek pemerintah.
Kini, publik menantikan: inginkah institusi penegak hukum berani menyentuh anggotanya sendiri? Akankah partai politik mau bersih-bersih?
“Kalau Bripka HR dan LM tak tersentuh, ini pertanda institusi dan demokrasi kita sudah disandera mafia berseragam dan bersetelan dinas.” (*)
rilis: Redaksi
Editor: Wheny