UpdateiNews | Jakarta, (25/04/25) –
Ketika hukum seharusnya menjadi pilar terakhir keadilan, hari ini publik justru menyaksikan bagaimana palu hakim bisa dibeli dengan koper uang tunai. Dugaan suap Rp60 miliar yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus korupsi ekspor minyak goreng kini mencoreng wajah peradilan Indonesia.
Kejaksaan Agung mengungkap skandal memalukan ini setelah vonis lepas terhadap tiga korporasi raksasa—PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group—mengundang kecurigaan besar. Tidak butuh waktu lama, penyidikan menemukan jejak uang suap, tiga mobil mewah, dan dua kapal laut yang diduga menjadi bagian dari ‘bonus’ atas vonis memalukan itu.
Lebih mengerikan lagi, draf putusan hakim disebut-sebut sempat “dikoreksi” oleh advokat korporasi, memperlihatkan betapa vonis pengadilan kini tak lebih dari sekadar dokumen pesanan, layaknya revisi skripsi mahasiswa.
“Kalau keadilan bisa dinegosiasikan, lalu untuk apa lagi kita berbicara tentang hukum?” cetus seorang praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya.
Hukum Kini Berpakaian Mewah
Dalam dunia ideal, simbol hukum adalah wanita buta yang memegang timbangan, tidak memandang siapa yang berdiri di hadapannya. Namun dalam kasus ini, hukum tampaknya sudah mencopot blindfold-nya, mengenakan kacamata hitam Gucci, dan memberi salam hormat pada siapa saja yang membawa koper penuh uang.
Kepercayaan publik, yang selama ini rapuh, kini dihantam habis-habisan. Jika vonis bisa dipesan, apa bedanya pengadilan dengan marketplace online? Muncul sindiran pedas: Indonesia tengah memasuki era “E-Commerce Peradilan”.
Bukti dan Fakta yang Membisu
Kejaksaan telah memeriksa 12 saksi, mulai dari sopir hakim hingga staf firma hukum. Barang bukti yang disita bukan main-main: Ferrari Spider, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, dua kapal mewah, serta puluhan kendaraan lain. Semua ini menjadi saksi bisu dari persekongkolan elit hukum dan kapital.
Kapal-kapal itu, kata jaksa, mungkin bukan disiapkan untuk kabur, melainkan untuk menikmati jalan-jalan santai setelah vonis “beres”.
Kapitalisme Yudisial Menggerogoti Negara
Kasus ini menjadi cermin betapa sistem hukum kita kian dikuasai oleh kapitalisme yudisial—keadaan di mana uang bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan penentu utama keadilan. Integritas dibarter dengan rekening gemuk, dan rakyat kecil hanya bisa menonton, marah tanpa daya.
Satu hal pasti: ketika minyak goreng dikorupsi, rakyat hanya merasa harga pangan naik. Tapi ketika hukum dikorupsi, yang hilang adalah masa depan keadilan itu sendiri. (*)
Rilis : Redaksi
Editor: Weny Christina
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(2/10/25) – Kabar baik bagi pekerja non formal di desa, khususnya guru Madrasah Diniyah Awaliyah…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti menggelar kegiatan Supervisi Penyusunan Kajian Kebijakan Penyelenggaraan Personil Polri di…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) memasang plang peringatan larangan membakar…
Oleh: Redaksi UPDATEINEWS|PEKANBARU,(1/10/25) - Sekretaris Daerah Riau, Syahrial Abdi, menyampaikan Nota Pengantar Perubahan APBD 2025…
UPDATEINEWS|JAKARTA,(30/08/25) - Jaksa Agung ST Burhanuddin akhirnya menuntaskan kekosongan jabatan Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAMBin)…
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(30/09/25) – Menjelang Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025,Kader inti pemuda anti narkoba (KIPAN) Kota…
This website uses cookies.