UpdateiNews-Jakarta, 23 April 2025 – Dunia kedokteran, yang selama ini dijunjung tinggi sebagai profesi mulia dan penuh etika, kini tengah dihadapkan pada kenyataan kelam: meningkatnya kasus pelecehan seksual di lingkungan medis. Fenomena ini tidak hanya mencoreng nama institusi kesehatan, tetapi juga mengguncang kepercayaan pasien terhadap tenaga medis.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah laporan dan pengakuan korban mulai bermunculan, baik dari kalangan pasien maupun tenaga medis sendiri. Di Indonesia, sejumlah kasus telah viral di media sosial, memperlihatkan adanya praktik pelecehan yang dilakukan oleh oknum dokter saat proses pemeriksaan medis berlangsung.
Salah satu pasien yang identitasnya dirahasiakan mengungkapkan pengalamannya saat melakukan pemeriksaan di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. “Awalnya saya pikir itu bagian dari prosedur medis. Tapi cara dia menyentuh saya tidak wajar. Saya merasa dilecehkan, tapi takut bicara karena dia dokter,” ujar korban kepada awak media.
Masalah pelecehan ini semakin kompleks karena terjadi dalam struktur hierarkis dunia kedokteran, di mana relasi kuasa kerap kali dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan tindakan menyimpang. Kasus juga kerap terjadi antara dokter senior dan residen, atau antara tenaga medis terhadap perawat dan staf rumah sakit.
“Ini bukan hanya soal perilaku individu, tetapi cerminan dari budaya institusional yang selama ini membungkam suara korban. Banyak yang takut bersuara karena bisa berdampak pada karier mereka,” ujar Dr. Meutia Hanifah, dosen etika kedokteran di salah satu universitas negeri.
Sayangnya, belum banyak institusi kesehatan yang memiliki mekanisme pelaporan yang aman, anonim, dan melindungi korban. Beberapa laporan bahkan berakhir tanpa kejelasan karena adanya tekanan internal, kurangnya bukti, atau korban yang memilih mundur.
Kementerian Kesehatan RI menyatakan tengah menyusun protokol pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kerja medis. Langkah ini diambil sebagai respons atas desakan publik yang menuntut adanya perlindungan lebih bagi pasien dan tenaga kesehatan.
“Profesi dokter harusnya menjadi pelindung, bukan pemangsa. Kepercayaan pasien adalah fondasi utama dunia medis, dan jika itu rusak, maka seluruh sistem bisa runtuh,” tutup Dr. Meutia.
Fenomena ini menjadi alarm keras bagi institusi medis untuk melakukan introspeksi mendalam dan membenahi sistem dari dalam. Karena di balik jubah putih yang dihormati, ada tanggung jawab moral dan kemanusiaan yang tak boleh dilanggar.(*)
Rilis : Redaksi
Editor : Wenychr
UPDATEINEWS | SELATPANJANG,(15/08/25) – Aroma busuk korupsi kembali tercium di Kepulauan Meranti. Satuan Reserse Kriminal…
UPDATEINEWS | SELATPANJANG,(15/08/25) – Aroma busuk korupsi kembali tercium di Kepulauan Meranti. Satuan Reserse Kriminal…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(15/08/25) – Defisit APBD Riau 2025 sebesar Rp1,76 triliun seharusnya menjadi alarm merah…
"Kami tidak akan berhenti sampai lima orang ini diproses hukum. Jangan sampai publik melihat BRK…
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(13/08/25)- Pengungkapan peredaran narkotika di lingkungan akademik kembali mencoreng dunia pendidikan. Badan Narkotika Nasional Provinsi…
Pengukuhan tujuh Guru Besar baru mengangkat jumlah profesor aktif Unri menjadi 130 orang bukti kekuatan…
This website uses cookies.