UpdateiNews- Jakarta 24April-2025 -Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, sebanyak 1.967 Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia tercatat mengundurkan diri dari jabatannya. Angka ini menimbulkan keprihatinan dan pertanyaan besar, terutama karena mayoritas dari mereka menyebut dua alasan utama: domisili penempatan yang terlalu jauh dan penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup.
Ketimpangan Penempatan dan Domisili
Sejak sistem rekrutmen nasional ASN dibuka untuk semua wilayah, banyak peserta yang diterima di luar daerah asal mereka. Hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk meratakan distribusi tenaga kerja pemerintah. Namun dalam praktiknya, banyak ASN yang merasa terbebani.
Seorang ASN muda asal Jawa Barat yang ditempatkan di Papua mengungkapkan bahwa ia harus mengeluarkan lebih dari setengah gajinya untuk biaya sewa rumah dan makan sehari-hari. Belum termasuk tiket pesawat pulang kampung yang bisa mencapai jutaan rupiah sekali jalan.
> “Saya harus meninggalkan keluarga, hidup sendiri, dan harus irit banget tiap bulan. Akhirnya saya memilih mundur dan mencari kerja di tempat yang lebih dekat,” ungkapnya.
Gaji yang Tidak Sejalan dengan Kebutuhan
ASN golongan IIIA misalnya, menerima gaji pokok sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta per bulan, tergantung masa kerja. Dengan tunjangan daerah yang tidak merata, banyak ASN merasa penghasilan tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, apalagi jika ditempatkan di daerah dengan biaya hidup tinggi.
Data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN)
BKN mencatat, jumlah ASN yang mengundurkan diri mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Dari total yang mundur, sebagian besar merupakan ASN baru dengan masa kerja di bawah 3 tahun, dan banyak berasal dari sektor pendidikan dan kesehatan.
> “Kami sedang mengkaji ulang sistem penempatan dan pemberian insentif daerah, khususnya untuk daerah-daerah yang secara geografis sulit dijangkau,” ujar salah satu pejabat di BKN.
Reaksi Pemerintah dan Solusi ke Depan
Pemerintah berencana melakukan revisi dalam sistem rekrutmen dan distribusi ASN. Salah satu usulannya adalah memprioritaskan pelamar dari daerah tertentu untuk ditempatkan di wilayah asalnya, atau memberikan insentif tambahan untuk mereka yang bersedia ditempatkan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Namun kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan dan uji coba, sehingga belum bisa langsung diimplementasikan secara luas.
Fenomena pengunduran diri massal ASN ini membuka diskusi yang lebih besar: apakah sistem kepegawaian Indonesia sudah cukup adil dan manusiawi? Di tengah tuntutan pelayanan publik yang terus meningkat, kesejahteraan dan penempatan ASN semestinya menjadi perhatian utama agar semangat pengabdian tak kandas oleh realita hidup.(*)
Rilis :Redaksi
Editor : Weny Christina