Dukungan Mengalir untuk Ibu Inong: DPR RI, Ketua DPRD Dumai, hingga Wali Kota Turun Tangan

UpdateiNews | Dumai,(15 /05/25) — Perjuangan mencari keadilan bagi Inong Fitriani, ibu rumah tangga yang kini ditahan akibat tuduhan pemalsuan surat tanah, terus menggugah empati publik. Meskipun anak dari Ibu Inong, Rahmad, juga turut dilaporkan oleh Toton Sumali—pelapor utama dalam kasus dugaan pencemaran nama baik—dukungan terhadap keluarga ini justru semakin menguat.

Kasus yang mencuat sebagai bagian dari dugaan praktik mafia agraria di Dumai, mulai menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk tokoh nasional dan pejabat daerah. Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka secara terbuka menunjukkan dukungannya dengan membantu memviralkan kasus ini di media sosial dan forum publik. Rieke menyebut, “Ini bukan hanya soal sengketa tanah, ini soal keberpihakan negara terhadap rakyat kecil.”

Tak hanya dari pusat, dari daerah pun bantuan nyata diberikan. Ketua DPRD Dumai resmi menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan kepada Kejaksaan Negeri Dumai pada hari ini. Langkah ini didukung oleh tim kuasa hukum yang disiapkan langsung oleh DPRD sebagai bentuk solidaritas lembaga terhadap warganya yang dinilai mengalami ketimpangan keadilan.

Wali Kota Dumai juga tak tinggal diam. Dalam pernyataan resminya, ia menekankan pentingnya menjaga rasa keadilan masyarakat. “Saya akan pastikan proses hukum berjalan adil. Pemerintah kota siap memfasilitasi mediasi, agar hak-hak warga tidak diinjak oleh kekuatan modal,” ujar Wali Kota.

Anak Juga Dilaporkan, Upaya Kriminalisasi Dinilai Terstruktur

Di tengah perjuangan mencari keadilan, keluarga Inong justru kembali didera tekanan. Rahmad, anak kandungnya, ikut dilaporkan oleh kuasa hukum Toton Sumali dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun pengamat dan pakar hukum pidana menilai pelaporan ini sangat prematur dan berpotensi sebagai bentuk pembungkaman opini publik.

Dr. Arif Maulana, pakar hukum dari Universitas Andalas, mengungkapkan, “Dalam hukum pidana, pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Tapi untuk dikategorikan sebagai delik, harus ada tuduhan spesifik yang secara objektif merugikan nama baik seseorang dan dilakukan dengan niat jahat. Jika hanya berupa pendapat atau keluhan warga terkait hak atas tanah mereka, itu tidak serta-merta bisa dipidanakan.”

Arif juga menambahkan bahwa dalam konteks konflik agraria, kritik atau keberatan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk pernyataan di ruang publik tidak bisa dikriminalisasi begitu saja. “Ini berbahaya. Jika setiap ekspresi keberatan dari warga dalam mempertahankan tanahnya dilaporkan sebagai pencemaran nama baik, maka ruang demokrasi dan pembelaan diri menjadi mati,” tegasnya.

Seruan untuk Penegak Hukum Bertindak Tegas dan Adil

Koalisi masyarakat sipil kini menyerukan kepada Polres Dumai dan Kejaksaan untuk lebih cermat dan objektif dalam menangani perkara ini. Mereka menekankan bahwa kasus ini seharusnya berada di ranah perdata, bukan pidana, mengingat adanya bukti kuat bahwa lahan tersebut telah dikuasai keluarga Inong sejak 1961.

Kasus ini menjadi cermin suram wajah penegakan hukum di tengah konflik agraria. Di saat masyarakat kecil mempertahankan haknya, kekuasaan modal dan celah hukum justru digunakan untuk mengkriminalisasi. Kini, harapan tertuju pada integritas para penegak hukum untuk memutus rantai ketidakadilan yang sudah terlalu lama membelenggu.

“Saya akan terus berjuang walaupun nyawa saya sekalipun menjadi taruhannya untuk mama bisa keluar dari Lapas, saya berharap dengan apa yang saya perjuangkan ini menjadikan motivasi juga untuk masyarakat lainnya yang mengalami masalah yang sama ataupun berbeda dan Indonesia ini adalah Negara Hukum dan keadilan harus tegak lurus” Ujar Rahmad sang pejuang. (*)

Rilis: Redaksi

Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *