UpdateiNews | ASAHAN, (27/05/25) – Dugaan kasus pelecehan seksual terhadap tahanan wanita di Mapolres Asahan, Sumatera Utara, menyeret dua perwira polisi berpangkat AKP dan Ipda ke tengah pusaran sorotan publik. Kasus ini bermula dari pengaduan hukum seorang tahanan narkoba berinisial L (23), yang mengklaim mendapat perlakuan tidak senonoh selama menjalani masa tahanan.
Modus yang Diungkap
Melalui kuasa hukumnya, L melaporkan dua perwira masing-masing AKP S (Kasat Tahti) dan Ipda S (Kanit Satresnarkoba) ke Bidang Propam Polda Sumut pada pertengahan Mei 2025. Dalam laporannya, L menyebut:
AKP S diduga memberikan akses ponsel kepada L di ruang tahanan. Setelahnya, terduga pelaku diduga menggunakan ponsel tersebut untuk menghubungi L secara pribadi, termasuk melakukan video call bermuatan seksual dan mengirim pesan bernada cabul.
Ipda S, berdasarkan keterangan L, disebut membawa korban ke ruang kerjanya dengan dalih “pemeriksaan tambahan“, lalu diduga melakukan pelecehan fisik secara langsung.
Kuasa hukum L juga menyampaikan telah menyerahkan bukti digital berupa tangkapan layar pesan dan rekaman panggilan video kepada Propam.
Bantahan Propam: Tidak Ada Unsur Pelecehan
Namun, Propam Polda Sumut melalui pernyataan resminya menegaskan bahwa tidak ditemukan bukti kuat adanya pelecehan seksual sebagaimana dilaporkan. Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, menyebut hasil pemeriksaan sementara menyatakan:
Ipda S tidak terlibat, dan tidak ditemukan interaksi langsung antara dirinya dan L di luar keperluan kedinasan.
AKP S tengah dalam pendalaman, namun indikasi utama yang ditemukan adalah pelanggaran disiplin karena diduga memberikan akses ponsel kepada tahanan, bukan pelecehan seksual.
Komentar Ahli: Masalah Tata Kelola dan Akses Tahanan
Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Hendra Wijaya, SH., MH, saat dimintai tanggapan menyatakan:
“Akses ponsel ke tahanan itu sendiri sudah pelanggaran berat. Jika kemudian muncul komunikasi bernuansa pribadi, apalagi seksual, maka meski belum terbukti secara fisik, pelanggaran etik dan disiplin sudah cukup fatal. Ini soal penyalahgunaan kewenangan.”
Ia menambahkan, kerap kali kasus pelecehan di dalam ruang tahanan sulit dibuktikan secara fisik karena minimnya saksi, lemahnya sistem pengawasan CCTV, serta relasi kuasa antara petugas dan tahanan.
“Dalam konteks ini, Propam harus berhati-hati. Bantahan tanpa transparansi bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik,” ujarnya.
Sorotan Publik dan Tuntutan Transparansi
Kasus ini menuai perhatian luas, terutama karena melibatkan perwira aktif dan seorang wanita muda yang sedang dalam kondisi rentan. Organisasi masyarakat sipil dan pegiat hak asasi menuntut adanya audit menyeluruh terhadap prosedur penanganan tahanan di Polres Asahan.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada penetapan tersangka. Proses pemeriksaan internal masih berlangsung dan pihak kuasa hukum L menyatakan siap membawa perkara ini ke jalur pidana bila ditemukan cukup bukti.(*)
Redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyajikan informasi berdasarkan data resmi serta pendalaman independen. Jika Anda memiliki informasi tambahan, silakan hubungi kami
Rilis: Redaksi
Editor: When