UpdateInews | SIAK, (4/07/25) – Proyek pembangunan Gedung Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Siak kini disorot publik, bukan karena progresnya, melainkan karena dugaan keterlibatan oknum internal Polres dalam pengelolaan proyek fisik yang dibiayai dari dana APBD Kabupaten Siak Tahun 2025.
Berdasarkan data dari situs data.lpse.com, proyek dengan kode lelang 10012282000 itu berada di bawah Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Siak, dengan pagu anggaran sebesar Rp 8.598.854.000 dan HPS senilai Rp 8.598.681.979,62. Proyek ini dikategorikan sebagai Pekerjaan Konstruksi, dan saat ini masih dalam tahap evaluasi administrasi.
Namun, dugaan serius muncul bahwa proyek ini tidak murni dikelola oleh pihak ketiga, melainkan diduga dikendalikan oleh oknum internal Polres Siak sendiri, dengan menggunakan bendera perusahaan rekanan sebagai kedok formalitas.
“Ini bukan hal baru. Oknum tertentu di instansi bisa menggunakan perusahaan ‘pinjaman’ untuk mengerjakan proyek, apalagi jika itu proyek gedung untuk instansi mereka sendiri. Patut didalami,” ujar sumber internal yang mengetahui dinamika pengadaan proyek di Siak.
Perlu diingat, keterlibatan aparat kepolisian dalam proyek pembangunan, baik secara langsung maupun melalui proxy perusahaan, melanggar prinsip netralitas dan integritas Polri sebagaimana diatur dalam sejumlah regulasi, antara lain:
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang melakukan kegiatan politik praktis, usaha atau kegiatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya.”
“Setiap anggota Polri wajib menjaga netralitas dan tidak menyalahgunakan wewenang, sarana dan prasarana negara untuk kepentingan pribadi atau golongan.”
Jika oknum Polri terlibat dalam proyek fisik pemerintah, terlebih menggunakan pengaruh atau kuasa jabatan untuk mengamankan proyek, maka itu masuk dalam konflik kepentingan, dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi.
Dr. Hendra Saputra, SH, MH, pakar hukum administrasi negara dari Universitas Riau, menegaskan bahwa keterlibatan aparat penegak hukum dalam proyek pengadaan barang dan jasa negara merupakan pelanggaran serius.
“Proyek APBD itu domainnya pemerintah daerah, dan jika institusi penegak hukum malah bermain di dalamnya, meskipun menggunakan bendera perusahaan swasta, maka itu bentuk lain dari abuse of power. Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi bisa masuk ranah pidana jika terbukti ada rekayasa atau kolusi.”
Dr. Hendra menambahkan, Polri harus berdiri sebagai pengawas netral, bukan pelaku di balik layar proyek.
“Jangan sampai publik melihat polisi seperti kontraktor berseragam. Institusi Polri harus bersih, dan ini tugas Kapolda untuk memberi teguran keras. Kalau ada keterlibatan, sanksi internal dan pidana harus ditegakkan.”
Desakan publik kini mengarah kepada Kapolda Riau, untuk melakukan evaluasi dan pengawasan ketat terhadap jajarannya, khususnya di Polres Siak.
“Kami mendesak Kapolda untuk turun tangan langsung. Jangan biarkan institusi penegak hukum justru menjadi bagian dari permainan proyek. Jika ini dibiarkan, akan merusak citra dan marwah Polri di mata rakyat,” ujar Tanjung dari LSM Pemantau Anggaran Rakyat (PAR).
UpdateiNews masih mencoba mengkonfirmasi kepada Dinas PUPR Siak dan Kapolres Siak untuk klarifikasi resmi atas dugaan ini.(*)
Rilis: Bass Redaksi Siak
Editor: When ini
UPDATEINEWS | SIAK, (18/08/25) – Dugaan aroma busuk kembali menyeruak dari proyek pemerintah di Kabupaten…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(18/08/25) - Seusai upacara penurunan bendera HUT ke-80 RI, Minggu (17/8/2025), ribuan pasukan…
UPDATEINEWS | TERNATE,(18/08/25) -Aroma busuk korupsi kembali menyeruak dari tubuh birokrasi Maluku Utara. Kali ini,…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(18/08/25) - Rapat Paripurna DPRD Kota Pekanbaru yang seharusnya menjadi forum terhormat dalam…
UPDATEINEWS | MERANTI,(17/08/25) - Bertempat di Lembaga Kelas II-B Selatpanjang Kec. Tebing Tinggi Kab. Kep.…
UPDATEINEWS | PEKANBARU,((17/08/25) - Pekanbaru, UpdateiNews – Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau…
This website uses cookies.