UpdateiNews | Pekanbaru, (03/05/25) -Riau hari ini sedang berduka. Namun di balik duka itu, ada bara amarah. Dua balita, FH (4) dan FPW (2), meregang nyawa di kolam maut bekas pengeboran PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Dan publik bertanya: sampai kapan anak-anak Riau harus jadi korban dari sistem kerja yang ceroboh dan manajemen korporat yang bebal?
Peristiwa ini bukan sekadar “insiden lingkungan.” Ini adalah kegagalan total dalam sistem manajemen risiko, pengawasan operasional, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang seharusnya menjadi standar mutlak dalam industri migas.
“Ini bukan takdir. Ini akibat dari ketidakpedulian korporasi terhadap hidup manusia.”
Khoirul Bazzar, Ketua PMRI
PHR: Korporasi Buta Keselamatan
Sudah menjadi kewajiban mutlak sebuah entitas migas untuk mengamankan setiap sisa lokasi operasionalnya. Tapi apa yang kita temukan di lapangan? Kolam bekas pengeboran dibiarkan menganga, tanpa pagar, tanpa rambu, tanpa tanggung jawab. Dan nyawa anak-anak kecil kita tenggelam di sana.
Undang-undang sudah jelas:
“Kalau UU ini tak cukup untuk membuat PHR gentar, maka publiklah yang akan membuat mereka tunduk.”
Tokoh adat Melayu Riau, Datuk Harun Al-Mahfudz
Kelalaian yang Struktural, Bukan Sekadar Human Error
PHR bukan perusahaan rintisan. Mereka mengelola blok migas terbesar di Indonesia. Tapi mentalitas manajemennya, maaf, lebih mirip seperti pengusaha tambak liar yang abai terhadap masyarakat sekitar.
Apa gunanya SOP, standar keselamatan, CSR, jika hasil akhirnya adalah liang kubur bagi anak-anak?
“Manajemen seperti ini layak dibongkar total. Bukan cuma audit teknis, tapi evaluasi menyeluruh dari level tertinggi.”
Ir. R. Darwis, Praktisi Migas Senior & Aktivis Lingkungan Riau
Tuntutan Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kewajiban Moral
Sebagai Ketua PMRI, saya bersama ribuan pemuda Melayu Riau, menyatakan Saatnya Negara Bertindak, negara tidak boleh menjadi penonton di hadapan praktik seperti ini. PMRI mendesak agar pemerintah pusat segera:
Jika kasus ini berlalu tanpa penindakan tegas, maka kepercayaan publik terhadap negara akan mati, bersama dengan anak-anak yang meregang nyawa di lubang kelalaian perusahaan negara.
“Hari ini dua balita, besok siapa? Hentikan retorika korporasi. Nyawa rakyat bukan collateral dari bisnis energi.” Khoirul Bazzar . (*)
Oleh: Khoirul Bazzar, Ketua Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI)
Editor: When
Mobil Operasional BGN Tersandung “Plat Non-BM”: Arahan Gubernur dan Kapolda Dipertanyakan UPDATEINEWS|PEKANBARU,(2/12/25) – Instruksi tegas…
UPDATEINEWS|SIAK,(2/10/25) – Sudah berbulan-bulan sejak kasus proyek bronjong di Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, mencuat…
UPDATEINEWS|SELATPANJANG,(2/10/25) – Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar, turun langsung meninjau lokasi kebakaran yang…
UPDATEINEWS|PEKANBARU,(2/10/25) – Kabar baik bagi pekerja non formal di desa, khususnya guru Madrasah Diniyah Awaliyah…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti menggelar kegiatan Supervisi Penyusunan Kajian Kebijakan Penyelenggaraan Personil Polri di…
UPDATEINEWS|MERANTI,(2/10/25) - Polres Kepulauan Meranti melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) memasang plang peringatan larangan membakar…
This website uses cookies.