APBD Riau Dikuasai Belanja Pegawai dan Utang Tunda Bayar, Kegiatan Fisik Nyaris Mandek

UPDATEINEWS | PEKANBARU,(4/08/25) Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2025 dikuasai oleh belanja pegawai dan pembayaran utang tunda bayar. Sementara kegiatan fisik, yang seharusnya menjadi denyut nadi pembangunan daerah, justru nyaris tak bergerak.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Riau bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau, fakta itu terbuka secara terang benderang.

“Realisasi kegiatan fisik kita hanya 0,38 persen. Yang tinggi itu belanja pegawai mencapai 70 persen. Selebihnya habis untuk tunda bayar,” ungkap Edi Basri, Ketua Komisi III DPRD Riau, Rabu (30/7/2025).

Politisi Gerindra dari Daerah Pemilihan Kampar itu mengungkapkan, hingga triwulan kedua 2025, realisasi APBD Riau masih di bawah 50 persen. Dengan waktu yang tersisa hanya lima bulan lagi, ia pesimis target realisasi 100 persen bisa tercapai.

“Apakah realisasi ini bisa sampai 100 persen? Kami ragu. Sangat ragu,” ujar Edi.

Lebih mengejutkan lagi, pendapatan daerah diperkirakan mengalami penurunan signifikan. Salah satu penyebab utamanya adalah kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang anjlok hingga Rp600 miliar.

“Estimasi pendapatan kita tahun ini bisa turun di bawah Rp9,4 triliun. Salah satunya karena setoran BUMD kita menyusut drastis,” kata Edi.

Pajak Non-BM Jadi Harapan Tambahan, Tapi Belum Digarap Serius

Dalam kondisi keuangan daerah yang seret ini, Edi menyebut Pemprov Riau harus mulai berani menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensial namun selama ini diabaikan. Salah satunya adalah pajak kendaraan bermotor non-BM yang beroperasi di wilayah Riau, tapi tidak menyumbang sepeser pun ke kas daerah.

“Masih banyak kendaraan plat non-BM beroperasi di Riau, tapi tidak bayar pajak ke daerah kita. Alasannya karena administrasi. Ini harus dikoordinasikan dengan Ditlantas Polda Riau agar dimudahkan proses mutasinya,” ujarnya.

Pajak kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak perizinan masih menjadi tulang punggung PAD. Namun optimalisasinya dinilai belum maksimal, terutama dalam aspek penegakan dan regulasi lintas sektor.

Utang Menumpuk, Proyek Tak Jalan, Tapi Gaji Aman?

Edi Basri juga menyoroti ketimpangan yang sangat mencolok antara tingginya belanja pegawai dan utang tunda bayar dengan minimnya realisasi kegiatan pembangunan fisik. Menurutnya, ini menjadi pertanyaan besar masyarakat yang harus dijawab secara transparan oleh pemerintah daerah.

“Uang habis, proyek tak jalan. Tapi gaji tetap lancar. Rakyat melihat dan bertanya, ke mana sebenarnya arah kebijakan fiskal kita?”

Ia mendesak agar pemerintah provinsi tidak terus-menerus berlindung di balik jargon “defisit anggaran”, tetapi mampu menjelaskan kepada publik bagaimana manajemen keuangan daerah dikelola, serta apa langkah konkret untuk memperbaikinya.

Masyarakat Riau berhak tahu mengapa proyek yang dijanjikan tak kunjung dibangun, mengapa sekolah dan jalan dibiarkan rusak, dan mengapa yang paling stabil justru gaji birokrat dan utang warisan. Ini bukan sekadar krisis fiskal, ini krisis kepercayaan.

Jika APBD tak lagi menjadi instrumen pembangunan tapi hanya penopang birokrasi, maka publik patut curiga: apakah yang diperjuangkan adalah rakyat, atau kenyamanan elite?.(*)

Rilis: Redaksi

Editor: Wheny 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *