UPDATEINEWS|PEKANBARU,(18/09/25) – Suara keresahan kini bergema di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Riau. Hingga pertengahan bulan ini, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang seharusnya menjadi penopang kebutuhan hidup belum juga kunjung cair. Di tengah perputaran ekonomi yang kian sulit, penantian itu berubah jadi jeritan.
“Gaji pokok saja tidak cukup. TPP ini ibarat nafas tambahan. Kalau telat, kami yang tercekik,” keluh seorang ASN yang meminta namanya dirahasiakan.
Ironisnya, di saat pegawai gelisah menanti haknya, roda pemerintahan justru tampak berjalan dengan ritme berbeda. Gubernur masih terlihat sibuk menghadiri kunjungan kerja ke berbagai daerah, bahkan agenda luar negeri. Sementara itu, anggota dewan juga tak kalah sibuk dengan perjalanan dinas dan rapat-rapat yang kerap berakhir tanpa solusi konkret untuk rakyat.
Padahal, menurut regulasi, TPP semestinya dibayarkan rutin tiap bulan. Namun faktanya, alasan klasik seperti keterlambatan administrasi, kas daerah yang “seret”, hingga evaluasi kinerja yang berbelit kembali dijadikan tameng.
Kondisi ini tidak hanya menghantam ASN secara pribadi, tetapi juga berimbas ke perputaran ekonomi daerah. Pasar lesu, warung-warung kecil kehilangan pembeli, hingga pedagang kaki lima merasakan dampak domino dari tersendatnya aliran uang pegawai negeri.
“Kalau ASN tidak punya daya beli, siapa lagi yang akan menghidupkan pasar?” kata seorang pedagang di Pasar Pagi Arengka dengan wajah lesu.
Di tengah situasi yang kian menyesakkan, publik pun bertanya-tanya: untuk siapa sebenarnya kebijakan fiskal daerah ini dirancang? Untuk kesejahteraan pegawai dan rakyat, atau hanya demi kenyamanan pejabat yang terus berkeliling dengan embel-embel tugas?
Sudah waktunya pemerintah daerah menepati janji dan tanggung jawabnya. ASN tidak butuh retorika manis, mereka butuh kepastian hak. Dan rakyat pun tidak butuh pamer aktivitas pejabat, mereka butuh bukti nyata keberpihakan. (*)