UPDATEINEWS | RUPAT,(24/08/25) – Skandal dugaan mafia BBM bersubsidi kembali mencuat di Pulau Rupat, Bengkalis, Riau. Kasus ini menyeret nama oknum TNI aktif berinisial Ari, yang diketahui sebagai Babinsa, serta bos mafia minyak Manurung bersama orang kepercayaannya Edi Nasir Hutabarat. Fakta di lapangan menunjukkan tidak hanya praktik penyelewengan distribusi BBM, tetapi juga intimidasi dan upaya suap terhadap jurnalis yang tengah melakukan investigasi.
Kronologis Lengkap: Dari Kejar-kejaran hingga Upaya Suap
Awalnya, awak media menemukan aktivitas mencurigakan ketika sebuah mobil tangki berhenti di lokasi tertentu dan diduga melakukan praktik “kencing minyak” alias mengurangi isi BBM subsidi untuk kepentingan ilegal. Saat hendak dikonfirmasi, sopir tangki panik dan langsung kabur.
Jurnalis mencoba menghubungi Kapolsek Rupat, Faisal, namun tidak mendapat respon. Situasi ini dimanfaatkan sopir tangki untuk melarikan diri. Terjadi kejar-kejaran dramatis di jalan raya, di mana mobil tangki pertama berhasil lolos, sementara mobil tangki kedua menghadang awak media dengan memaksa mereka masuk ke jalan tanah rusak.
Belum berhenti di situ, mobil tangki ketiga bahkan diduga mencoba menabrak kendaraan awak media, menimbulkan ancaman serius terhadap keselamatan jurnalis. Peristiwa ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menghalangi liputan investigasi.
Beberapa saat kemudian, awak media dipertemukan dengan pihak yang mengaku sebagai pengawas lapangan. Di sinilah muncul Ari, Babinsa aktif, yang awalnya tidak mengakui keterlibatannya. Namun kemudian Ari justru berusaha “meredam” kasus dengan menyodorkan uang Rp500 ribu. Tawaran ditolak.
Tidak menyerah, Ari kembali datang dengan tawaran lebih besar, yakni Rp1 juta. Tawaran itu pun kembali ditolak mentah-mentah. Upaya suap berlanjut ketika Edi Nasir Hutabarat, orang kepercayaan bos mafia Manurung, menawarkan uang dalam jumlah fantastis: Rp8 juta hingga Rp10 juta agar berita tidak dipublikasikan. Semua upaya itu ditolak tegas oleh jurnalis.
“Kami ditekan dengan berbagai cara. Diadang, hampir ditabrak, hingga ditawari uang puluhan juta rupiah. Tapi sebagai jurnalis, kami tidak boleh tunduk pada ancaman ataupun iming-iming uang. Semua bukti yang kami miliki otentik: rekaman suara, foto, hingga video,” ungkap salah seorang awak media korban intimidasi.
Publik Minta Ketegasan Pemerintah dan Aparat
Masyarakat menilai pemerintah dan aparat hukum tidak boleh ragu. Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti, mafia BBM akan semakin berani dan kebebasan pers kian terancam. Publik mendesak:
– Pangdam I Bukit Barisan segera memproses Ari melalui Polisi Militer.
– Polda Riau dan Kejaksaan membongkar jaringan mafia BBM yang melibatkan Manurung dan Edi Nasir Hutabarat.
– Kapolsek Rupat dimintai klarifikasi terkait diamnya respons saat jurnalis meminta bantuan.
Dukungan Penuh terhadap Jurnalis
Intimidasi dan suap terhadap awak media adalah pelecehan terhadap demokrasi. Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik, menyuarakan fakta di lapangan, dan tidak boleh dibungkam oleh kepentingan mafia. Pemerintah diminta memastikan perlindungan penuh bagi insan pers agar dapat terus menjalankan fungsinya tanpa rasa takut.
“Jurnalis adalah benteng terakhir demokrasi. Kalau mereka ditekan dan dibungkam, maka suara rakyat akan hilang. Negara harus hadir memberi perlindungan penuh,” tegas bob riau pengurus DPD KNPI Riau dan Ketua Aliansi Pemuda Anti Korupsi yang mengatasnamakan masyarakat
🔎 Langkah Hukum yang akan lakukan
1. Laporan Resmi ke Polisi Militer (Pomdam)
– Karena ada keterlibatan oknum TNI aktif (Babinsa Ari), kasus harus langsung diproses di jalur peradilan militer.
– Dasar hukum: UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI & KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer).
– Sanksi bisa berupa pemecatan tidak hormat + pidana penjara jika terbukti ikut melindungi mafia dan melakukan penyuapan.
2. Proses Hukum di Kepolisian & Kejaksaan
Untuk bos mafia (Manurung), Edi Nasir Hutabarat, sopir tangki, dan pihak sipil lain akan diproses melalui jalur pidana umum.
Pasal yang bisa dikenakan:
– Pasal 55 & 56 KUHP → penyertaan tindak pidana.
– UU Tipikor (Pasal 5, 13 UU No. 31/1999 jo. UU 20/2001) → pidana suap (ancaman 5 tahun penjara + denda Rp250 juta).
– UU Migas No. 22/2001 → penyalahgunaan distribusi BBM subsidi (ancaman 6 tahun penjara + denda Rp60 miliar).
3. Perlindungan Jurnalis (UU Pers)
– Intimidasi & ancaman terhadap jurnalis melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
– Dewan Pers bisa turun tangan untuk memastikan jurnalis mendapat perlindungan hukum.
– Pelaku bisa dijerat pasal terkait menghalangi kerja jurnalistik (ancaman pidana).
4. Penindakan Terhadap Mafia BBM
– Aparat penegak hukum harus membongkar jaringan mafia BBM (dari sopir, pengawas lapangan, sampai bos besar).
– Upaya ini penting agar kasus tidak berhenti di level kecil, melainkan menyentuh aktor utama.
5. Sanksi Administratif & Etik
– Oknum aparat yang terbukti terlibat tidak cukup hanya pidana, tetapi juga pemecatan dari dinas.
– Dengan begitu ada pesan tegas bahwa institusi negara tidak memberi ruang bagi aparat yang berkhianat.
6. Publikasi Hukum & Monitoring Publik
– Proses hukum harus transparan dan dipublikasikan agar publik tahu ada tindakan nyata.
– Ini jadi “shock therapy” agar oknum lain tidak berani melindungi mafia BBM atau mengintimidasi pers.
Kasus mafia BBM di Rupat ini menjadi ujian nyata, apakah negara benar-benar berpihak pada rakyat dan hukum, atau membiarkan mafia dan oknum aparat merajalela. Publik kini menunggu ketegasan pemerintah, aparat hukum, dan institusi militer untuk menunjukkan bahwa hukum tidak bisa dibeli, dan kemerdekaan pers tidak bisa dibungkam.(*)