”Kami tidak akan berhenti sampai lima orang ini diproses hukum. Jangan sampai publik melihat BRK sebagai ATM pribadi para direksi. Ini bukan sekadar masalah etika, tapi pelanggaran hukum yang jelas,” ujarnya.
UPDATEINEWS | PEKANBARU,(14/08/25) – Ketua Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK) Riau, Bob Riau, pada Kamis (14/8/2025) pukul 09.30 WIB resmi melaporkan kasus dugaan skandal “Pensiun Sultan” ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
“Saya hari ini resmi telah melaporkan perkara ini ke Kejati Riau, sesuai dengan arahan dari Pidsus. Kasus ini bukan perkara kecil, karena melibatkan pejabat-pejabat petinggi pada zamannya. Dari tahun 2011 hingga 2025, lima orang mantan direksi tercatat menerima dana pensiun sebesar Rp30 juta hingga Rp35 juta setiap bulannya dan perlu dicatat bahwa per 2 tahun angka itu bertambah 2,5%” tegas Bob.
Menurutnya, jumlah tersebut sangat janggal dan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan standar dana pensiun pejabat pada umumnya. Bob menilai, skema ini berpotensi menjadi modus pemborosan anggaran BUMD sekaligus dugaan penyalahgunaan wewenang.
APAK Riau mendesak Kejati Riau segera menindaklanjuti laporan tersebut dan membuka penyelidikan secara transparan, mengingat dana pensiun yang menggiurkan itu berasal dari uang perusahaan daerah yang seharusnya dikelola untuk kepentingan masyarakat Riau.
Skema Dugaan Modus “Pensiun Sultan”
📋 Nama oknum terduga yang dilaporkan ke Kejati Riau:
1. Zulkifli Thalib.
2. Sarjono Amnan.
3. Buchari A Rahim.
4. Wan Marwan.
5. Ruslan Malik.
Berdasarkan investigasi awal APAK, dugaan skema “Pensiun Sultan” ini berjalan dengan pola sebagai berikut:
1. Peraturan Internal Pesanan
Direksi periode tertentu diduga membuat atau merekayasa peraturan internal yang mengatur besaran dana pensiun fantastis, tanpa kajian kelayakan dan tanpa persetujuan organ pengawas yang sah.
2. Penetapan Diam-diam
Keputusan tersebut ditetapkan menjelang akhir masa jabatan, sehingga menguntungkan direksi bersangkutan pasca pensiun.
3. Pembayaran Berkelanjutan
Dana pensiun dibayarkan rutin dari kas perusahaan daerah, yang bersumber dari pendapatan usaha BUMD, selama bertahun-tahun tanpa evaluasi.
4. Potensi Konflik Kepentingan
Beberapa pengurus yang ikut menetapkan aturan, juga menjadi penerima manfaat dari kebijakan tersebut.
Regulasi & Data Terkait Dana Pensiun Direksi BUMD
1. Peraturan Dana Pensiun Bank Riau Kepri (Dapen BRK)
BRK memiliki lembaga Dana Pensiun sendiri yang terdaftar dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta menjadi anggota ADPI (Asosiasi Dana Pensiun Indonesia).
Artinya mekanisme pensiunnya seharusnya jelas, resmi, dan transparan bukan skema ilegal.
2. Kebijakan Nasional: Dana Pensiun Untuk Direksi dan Komisaris
Menurut Permendagri No. 21 Tahun 2024, BPR milik pemerintah daerah maupun BUMD wajib membayar iuran dana pensiun bagi Komisaris, Direksi, dan Pegawai.
Ini menunjuk ke kewajiban formal untuk mendaftar dan membayar iuran dana pensiun sebagai bentuk perlindungan pegawai, bukan menyalahgunakan dana untuk pensiun “fantastis”.
3. Peran dan Tata Kelola Direksi BUMD
Peraturan daerah terkait BUMD menegaskan bahwa direksi wajib menjalankan tugas sesuai Anggaran Dasar/AD, peraturan perundang-undangan, dan prinsip tata kelola yang baik.
Ini jadi dasar kuat bahwa direksi tidak bisa membuat kebijakan pensiun seenaknya, apalagi tanpa oversight dari Dewan Pengawas atau RUPS.
4. Perda BUMD dan Penetapan Tunjangan Pengabdian
Contoh Perda di Bogor (alur umum BUMD) menyinggung bahwa direksi bisa mendapatkan uang “jasa pengabdian” ketika akhir jabatan, dihitung berdasar masa kerja dikali gaji terakhir. Tapi nilainya jelas terbatas dan ada mekanisme formal.
Skema “Pensiun Sultan” jauh melampaui itu, bahkan kemungkinan keluar dari ketentuan perundangan.
5. Dasar Hukum Pendiri Dana Pensiun BRD Riau
Sejarah pendirian Dana Pensiun BRD Riau diresmikan lewat Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-055/KM.17/2000. Ini menunjukkan bahwa skema pensiun harus mengikuti aturan ketat UU Dana Pensiun (UU No. 11/1992) dan PP-nya.
Terbukti, sekadar membuat skema pensiun super besar tanpa akta pendirian resmi jelas melanggar aturan.
Sumber Regulasi Intinya
Peraturan Dana Pensiun BRK Harus terdaftar di OJK & ADPI; tidak bisa dibuat seenaknya. Permendagri No. 21/2024 Wajib iuran pensiun untuk direksi, komisaris, dan pegawai. Perda BUMD (contoh Bogor) Jasa pengabdian diatur formal dan terbatas. Perda BUMD umum Direksi harus patuh AD & peraturan, jadi tidak bisa otoriter. Keputusan Menkeu 2000 (Dapen BRD Riau) Dasar formal pendirian dana pensiun; harus sesuai UU Dana Pensiun.
Implikasi Praktis:
1. Jika kelima direksi menerima pensiun Rp30–35 juta/bulan tanpa membayar iuran atau melewati proses resmi—itu bisa dianggap penyalahgunaan wewenang dan melanggar UU Tipikor (Plus aturan BUMD formal).
2. Tidak ada iuran, tidak ada pencatatan resmi: Berarti mereka memperkaya diri sendiri tanpa dasar hukum.
3. Pengawasan minimal atau nihil oleh Dewan Pengawas / RUPS = mekanisme check and balance gagal total.
4. Menurut Permendagri, pembayaran pensiun itu terjadi karena iuran/dana pensiun resmi bukan asuransi terselubung. Kalau ini ditukar, patut dicurigai.
“Ini uang rakyat yang dikelola oleh BUMD. Jika dibiarkan, praktik ini akan menjadi preseden buruk dan membuka peluang terulangnya kebijakan tidak wajar seperti ini di masa depan,” tutup Bob.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: Wheny