UPDATEINEWS | PEKANBARU,(31/07/25) – Aroma busuk kembali tercium dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 di Kota Pekanbaru. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke SMK Negeri 7 Pekanbaru, setelah terkuaknya dugaan manipulasi daftar nama siswa yang lulus, yang dilakukan sepihak oleh kepala sekolah, tanpa koordinasi, tanpa dasar hukum, dan tanpa rasa tanggung jawab terhadap hak anak untuk memperoleh pendidikan yang adil.
Tim investigasi menemukan bukti daftar resmi yang dikirimkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau, yang memuat nama Kevin Rifaldo Sarlata pada nomor urut 24, secara jelas dinyatakan LULUS di jurusan yang dituju. Namun, dalam daftar final siswa yang diterima oleh pihak sekolah, nama Kevin mendadak hilang dan digantikan oleh siswa lain yang tidak tercantum dalam dokumen Dapodik maupun pengumuman resmi sebelumnya.
Ironisnya, saat dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 7 Pekanbaru justru menyatakan “tidak ada penggantian”. Pernyataan ini bertolak belakang dengan bukti dokumen yang telah diamankan oleh keluarga korban dan tim media. Tak hanya itu, terdapat keterangan dari pihak keluarga bahwa mereka hendak memasukkan satu anggota keluarga lainnya ke jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ), namun ditolak dengan alasan “sudah penuh“. Pertanyaan menggelitik muncul: jika memang penuh, mengapa masih bisa masuk siswa yang namanya tidak ada dalam daftar kelulusan Dinas?
🕵️♂️ Indikasi Praktik “Jual-Beli Kursi”?
Penghilangan nama siswa yang telah sah dinyatakan lulus, dan masuknya nama siswa “ajaib” yang muncul tanpa jejak, membuka kemungkinan terjadinya praktik jual-beli kursi masuk sekolah negeri modus klasik namun tetap merajalela.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kursi “spesial” memang sengaja disisihkan untuk anak pejabat, titipan orang dalam, atau mereka yang mampu “membayar jalan masuk”. Biasanya, nama-nama ini tidak muncul dalam pengumuman resmi, namun tiba-tiba berada di bangku kelas saat tahun ajaran baru dimulai.
“Kalau sistem PPDB itu transparan, tidak mungkin ada nama hilang begitu saja. Itu mah udah biasa, main belakang, tinggal transfer dan anak langsung duduk,” ungkap sumber internal dengan nada geram.
📚 Penghilangan Nama = Pelanggaran Hukum
Praktik semacam ini tak hanya mencederai keadilan pendidikan, namun juga melanggar hukum. Mengacu pada:
- UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
- Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang PPDB, dan
- UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
Tindakan mengganti nama siswa lulus tanpa dasar dan tanpa pemberitahuan resmi dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Jika terbukti ada unsur suap atau gratifikasi, maka bisa dijerat UU Tipikor dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.
📣 Desakan Evaluasi & Investigasi Mendalam
Pihak keluarga korban menuntut agar nama Kevin Rifaldo Sarlata dikembalikan ke posisi semula, dan meminta Inspektorat, Ombudsman, hingga Kejaksaan untuk turun tangan mengusut siapa saja yang bermain dalam skandal ini.
“Ini bukan soal satu nama. Ini soal nasib anak-anak Riau yang dipermainkan oleh oknum-oknum yang hanya mementingkan keuntungan pribadi di atas penderitaan rakyat kecil,” ujar perwakilan keluarga korban.
📌 Catatan Redaksi:
Bila praktik ini benar terjadi secara sistemik, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan negeri kita telah dijual ke tangan-tangan yang berkuasa dan berduit, meninggalkan siswa-siswa berprestasi yang seharusnya menjadi penerus masa depan bangsa.
Revolusi moral dan bersih-bersih dunia pendidikan harus segera dimulai dari SMK Negeri 7 Pekanbaru.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: Wheny