Simbol Negara Dihina, Warga Miskin Diabaikan: Kepala Desa Dua Periode Ini Diduga Arogan dan Anti Transparansi!

UpdateiNews | Kampar,(19/07/25)- Di Desa Kampung Panjang, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, aroma menyebar nilai-nilai negara dan dikhianati terhadap amanah rakyat kian menyengat. Di bawah kepemimpinan Nasril, sosok Kepala Desa yang telah menjabat selama dua periode, desa ini justru menampilkan wajah pemerintahan yang nyaris kehilangan hati nurani.

Tampak depan kantor desa seolah menjadi representasi batin rakyat yang tercabik-cabik. Bendera merah putih yang robek dan luluh tetap dikibarkan dengan entengnya. Bukannya diganti atau diturunkan, simbol kehormatan negara ini dibiarkan berkibar dalam kondisi tercela. Bukankah ini sebuah penghinaan terhadap negara? Jika simbol negara saja dianggap remeh, bagaimana nasib martabat warganya?

Namun ironi itu belum cukup. Seorang wali murid miskin datang dengan harapan besar meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) demi kelangsungan pendidikan anaknya melalui program BOS, KIP, dan PIP. Tapi, apa yang terjadi? Permintaan itu ditolak secara mentah-mentah oleh Kades Nasril dengan alasan yang tak logis: cukup lewat kepala desa saja dan tak perlu SKTM, katanya, karena “sudah ada instruksi dinas.”

Padahal fakta di lapangan membuktikan, banyak sekolah tetap mensyaratkan SKTM sebagai syarat administratif. Alhasil, sang anak yang seharusnya mendapat hak pendidikan, terancam tersingkir hanya karena keteguhan Kades mempertontonkan egonya.

Yang lebih mengiris hati, penolakan itu dilakukan dengan dalih ingin menciptakan “Desa Sejahtera.” Ironi pahit. Sejahtera versi siapa? Versi penguasa yang duduk nyaman di belakang meja, sementara rakyat kecil dibiarkan berbaring mencari harapan?

Tak berhenti di situ, kegelapan juga merusak pengelolaan keuangan desa. Papan informasi publik yang seharusnya memuat rincian anggaran dana desa hilang bak ditelan bumi. Ketika ditanya oleh awak media, jawaban Kades justru mencengangkan: “Dana desa itu berubah-ubah, jadi tidak perlu dipasang.”

Sebuah pernyataan yang tidak hanya melawan akal sehat, tetapi juga mencoreng Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Warga bisa mengetahui mana uang negara yang mengalir, apalagi di era mana dana desa rawan dikorup dan dijadikan bancakan.

Komentar Pakar: “Ini Bukan Maladministrasi Biasa, Tapi Gejala Otoritarianisme Desa”

Dr. Indra Mahendra, M.Si, pakar tata kelola pemerintahan desa dari Universitas Riau, menilai peristiwa ini sebagai indikasi demokrasi di tingkat lokal.

“Ketika simbol negara diabaikan, hak dasar warga ditolak, dan transparansi diterapkan, maka kita menyaksikan pemimpin desa yang tidak lagi bekerja dalam kerangka konstitusi, melainkan ego kekuasaan,” tegasnya.

Menurutnya, persetujuan SKTM bagi warga miskin jelas melanggar asas keadilan sosial dan prinsip pelayanan publik.

“Tidak ada dasar hukum yang membolehkan seorang kepala desa menolak menerbitkan SKTM tanpa alasan yang sah. Ini bentuk diskriminasi dan berpotensi sebagai pelanggaran hak asasi.”

Sementara itu, Advokat dan Akademisi Hukum Tata Negara, Fahmi Rasyid, SH, MH menyebut dalih kades tentang tidak perlunya papan informasi keuangan desa sebagai bentuk pembangkangan administratif.

“UU Desa dan UU KIP secara jelas memerintahkan transparansi anggaran. Menyembunyikan data keuangan adalah perbuatan melawan hukum. Jika ini disengaja, maka patut diduga ada motif yang menutupi penyelewengan dana.”

Fahmi juga mendorong inspektorat kabupaten dan aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran administrasi dan keuangan ini.

“Sudah saatnya pengawasan atas dana desa dilakukan dengan lebih serius. Kepala desa bukan raja kecil. Mereka adalah pelayan masyarakat yang wajib tunduk pada aturan negara, bukan pada selera pribadi.”

Rakyat tidak membutuhkan pemimpin dua periode, kalau dua kali pula menyakiti hati warganya. Sudah cukup! Penegak hukum harus turun tangan, sebelum desa semakin tenggelam dalam kegelapan kekuasaan tanpa kontrol.(*)

Rilis: Redaksi

Editor: Wheny

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *