📰 PENYIDIKAN KHUSUS | KRONIK SPPD FIKTIF DPRD RIAU
UpdateiNews | Pekanbaru,(20/06/25) – Dugaan korupsi melalui modus perjalanan dinas fiktif (SPPD) di Sekretariat DPRD Provinsi Riau terus bergulir dan menarik perhatian masyarakat. Setelah menyebutkan inisial “M” yang diduga merujuk pada mantan Sekretaris DPRD, kini publik menuntut transparansi penuh dari para pejabat utama di balik kinerja legislatif periode 2019–2024.
“Pertanyaannya sederhana namun tajam: SPPD ini digunakan untuk siapa? Kalau bukan anggota dewan, lalu siapa?” tegas seorang sumber internal di lingkungan pemerintahan provinsi yang menolak disebutkan namanya.
🧨 Anggaran Basah, Tanggung Jawab Menguap
Perjalanan menjadi dinas pos anggaran strategi yang sering dijadikan ladang permainan. Investigasi awal menunjukkan bahwa banyak SPPD yang dikeluarkan dalam periode 2019–2024 untuk keperluan kunjungan kerja, bimtek, studi banding ke luar provinsi namun laporan dengan yang meremehkan.
Sumber lain menyebutkan adanya “SPPD kering” alias SPPD yang hanya ada di atas kertas, tanpa aktivitas nyata. Bahkan nama beberapa staf disebut digunakan tanpa sepengetahuan mereka.
“Kalau terbukti ada SPPD fiktif, maka tanggung jawab moral dan hukum bukan hanya pada sekretariat, tapi harus diminta ke seluruh jajaran pimpinan dan anggota DPRD periode itu,” kata Ir. Azwar M. Lubis, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan.
👤 Panggilan Ketua & Wakil Ketua DPRD Riau 2019–2024!
Berikut ini beberapa nama yang menurut pengamatan investigasi patut dimintai klarifikasi dan tanggung jawab:
- Ketua DPRD Provinsi Riau (periode 2019–2024)
- Wakil Ketua I, II, dan III
- Ketua-Ketua Fraksi
- Pimpinan Komisi dan Badan Kehormatan
- Anggota aktif yang sering bepergian menggunakan SPPD
Lembaga legislatif tidak boleh berlindung di balik prosedur administratif, karena SPPD bukan hanya surat, tapi dokumen yang menyedot uang rakyat.
🧠 Komentar Pakar Hukum: Kapolda Harus Bertindak Tegas
Ahli hukum pidana dan tata negara dari Universitas Andalas, Dr. Husni Rahman, SH, MH menyatakan bahwa perkara ini sudah masuk kategori dugaan korupsi terstruktur dan tidak bisa berhenti di tingkat staf atau pejabat struktural struktural.
“Ini bukan soal satu nama berinisial M, ini soal struktur. Jika tidak ingin kepercayaan publik runtuh, Kapolda Riau harus mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang adil, obyektif, dan bebas dari intervensi politik penguasa,” tegasnya.
“Proses hukum harus mengumpulkan semua yang terlibat. Kalau hanya menjerat birokrat kelas bawah, sementara pengambil kebijakan politik dibiarkan, maka kita sedang memelihara ketidakadilan,” tambah Husni.
🔷 SKEMA ALUR SPPD & POTENSI PENYIMPANGAN
Kita kupas skema alur SPPD di lingkungan DPRD, dari awal sampai cairnya uang:
- Anggota Dewan → Mengajukan Kunker/Bimtek
- Sekretariat DPRD (Subbagian Perjalanan Dinas) → Menyusun SPPD
- PPTK & Bendahara → Menyetujui dan mencairkan anggaran
- Perjalanan Dinas Dilaksanakan (atau fiktif?)
- Laporan Pertanggungjawaban → Verifikasi
- SPJ Final → Arsip & Audit
🚨 Titik rawan manipulasi:
- Bukti keberangkatan (boarding pass palsu, nota hotel palsu)
- Pemalsuan tanda tangan
- Fiktif atas nama staf atau ASN
- SPJ disusun berdasarkan laporan formalitas
- Dana “diserahkan kembali” ke pihak-pihak tertentu secara diam-diam
🔥 KEMUNGKINAN PERAN DAN PENYALAHGUNAAN
Kita jabarkan potensi siapa-melakukan-apa, berdasar fungsi jabatan:
Jabatan Potensi Keterlibatan
- Anggota DPRD Pengguna utama perjalanan dinas, bisa menginisiasi dan menerima dana
- Sekretaris DPRD (Muflihun) Posisi administratif, tidak menyusun atau memverifikasi teknis, hanya tanda tangan surat sebagai formalitas
- PPTK & Bendahara Pelaksana teknis, yang sangat mungkin tahu permainan fiktif
- Oknum ASN Bisa dipinjam namanya untuk jadi peserta fiktif
- Biro Perjalanan Sering jadi mitra dalam pengadaan tiket/hotel fiktif
⚖️ Desakan kepada Aparat Penegak Hukum: Buka Semua Nama, Jangan Asal Tersangka
Laporan ini mendesak:
- Polda Riau segera memeriksa seluruh pihak yang diduga menikmati dana SPPD, termasuk para anggota dewan aktif dan nonaktif.
- Kejaksaan dan BPK diminta melakukan audit secara menyeluruh terhadap seluruh SPJ SPPD 2019–2024.
- KPK diminta ikut mengawasi, karena potensi kerugian negara senilai miliaran rupiah.
📣 Penutup: Ini Bukan Soal Nama, Tapi Sistem
Kasus SPPD fiktif di DPRD Riau bukan sekadar menyebutkan nama “M” ke publik. Lebih dalam dari itu, ia menggambarkan budaya pengaburan tanggung jawab dan kemungkinan praktik korupsi berjamaah yang mengakar di lembaga legislatif daerah.
Jangan biarkan rakyat terus dibodohi.
Uang negara bukan untuk diputar-putar dalam laporan fiktif.
Jika DPRD tak bersih, bagaimana legislasinya bisa bernilai?. (*)
“Laporan ini disusun sebagai bagian dari komitmen jurnalisme investigatif untuk menegakkan transparansi dan akuntabilitas di ruang publik. Lanjutkan penyelidikan. Lanjutkan perlawanan terhadap kemunafikan birokrasi.”
Rilis: Redaksi
Editor: When