UpdateiNews| Pekanbaru, (08/06/25) – Pemerintah Kota Pekanbaru kembali memberi wajah kemanusiaan pada kebijakan publik. Lewat program Rumah Layak Huni (RLH), satu keluarga warga miskin di Rumbai tak hanya mendapat rumah baru, tetapi juga harapan baru. Irda (52), warga Jalan Duyung, kini tak lagi harus bertaruh nyawa tiap kali angin kencang datang.
Rumahnya yang dulu hanya berupa bangunan kayu lapuk kini dibongkar dan akan dibangun kembali dalam bentuk rumah permanen. Dalam kunjungan langsung pada Kamis, 29 Mei 2025, Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho menyaksikan sendiri rumah itu dirobohkan untuk digantikan dengan hunian yang lebih layak.
“Ibu Irda tinggal bersama suami dan tiga anak. Hari ini rumah ini kami robohkan untuk dibangun kembali,” ujar Agung dengan nada tegas.
💡 LANGKAH STRATEGIS ATAU SEKADAR SEREMONI?
Namun di balik apresiasi, muncul pula pertanyaan kritis: Apakah langkah ini bagian dari strategi jangka panjang atau hanya pencitraan menjelang HUT Pekanbaru ke‑241? Fakta bahwa pembangunan ini dikebut menjelang hari jadi kota (23 Juni) memunculkan dugaan bahwa ada agenda seremonial di baliknya.
Tapi jika ditelisik lebih dalam, program ini bukan satu-dua rumah. Tahun ini, Pemko menargetkan 42 unit RLH baru dan rehabilitasi 12 unit rumah lainnya. Tak hanya rumah, tetapi juga penataan infrastruktur dasar seperti jalan lingkungan, drainase, dan proteksi kebakaran turut dirancang. Di sinilah kredibilitas kebijakan mulai terasa.
Yang membuat langkah ini makin relevan adalah ketersediaan hunian sementara gratis bagi keluarga penerima selama proses pembangunan berlangsung. Ini bukan hanya soal “bangun rumah”, tapi bentuk pendekatan menyeluruh yang mempertimbangkan transisi hidup warga.
🔍 MENGULITI NILAI DI BALIK BANGUNAN
Kasus rumah Irda menjadi simbol persoalan struktural yang lebih dalam: banyak warga Pekanbaru masih tinggal dalam hunian tidak layak. Kebijakan RLH ini jika konsisten dan adil bisa menjadi instrumen pemerataan sosial yang konkret.
Namun, untuk memastikan program ini bukan hanya “vitamin politik”, perlu transparansi lebih lanjut:
- Bagaimana kriteria penerima ditentukan?
- Apakah program ini menyentuh mereka yang paling rentan?
- Bagaimana pengawasan kualitas bangunan?
Seberapa besar peran swadaya warga, dan apakah ada potensi konflik di tingkat RT/RW soal distribusi bantuan?
Tanpa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, program mulia seperti RLH rawan direduksi jadi alat politik musiman.
✅ APRESIASI YANG PATUT, DENGAN CATATAN
Meskipun demikian, tak bisa disangkal bahwa Pemko Pekanbaru telah mengambil langkah nyata. Dalam lanskap birokrasi yang sering tersandera prosedur, keberanian mengeksekusi cepat pembangunan rumah permanen layak diberi kredit tersendiri.
Ini bukan pertama kalinya Wali Kota Agung Nugroho menegaskan pentingnya eksekusi cepat. Dan jika konsistensi ini dijaga, program RLH bisa menjadi blueprint nasional dalam penanganan hunian tak layak bagi warga miskin kota.
🧩 Catatan Penutup:
Di negeri yang sibuk membangun gedung pencakar langit, Pekanbaru sedang sibuk membangun kembali harapan dari tanah dan genteng. Rumah Irda bukan cuma bangunan baru, tapi narasi baru tentang pemerintah yang (akhirnya) benar-benar mendengar warga.(*)
Rilis: Redaksi
Editor: When