Kejaksaan Agung Sentil Bareskrim, Kembalikan Berkas P-19, Petunjuk Tak Satupun Dipenuhi

UpdateiNews| Jakarta, (26/05/25) – Aroma kegagalan koordinasi kembali tercium tajam dari dapur penegakan hukum tanah air.

Bareskrim Polri, yang semestinya menjadi garda depan pemberantasan kejahatan, justru dinilai ogah-ogahan dalam menindaklanjuti petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) terkait kasus pagar laut yang diduga mengandung unsur korupsi.

Berkas perkara yang dikembalikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim pada 10 April 2025 ternyata copy paste semata dari versi sebelumnya.

Tak satu pun petunjuk jaksa dipenuhi. Begitulah pengakuan lantang dari Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P-16 Jampidum, Sunarwan.

 “Berkas perkara yang kita terima kembali itu sama persis. Tidak ada perubahan. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” tegasnya dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Rabu (16/4).

Jika benar begitu, publik patut bertanya: apakah ini bentuk ketidakmampuan, kelalaian, atau ada kepentingan lain yang sedang dijaga?

Sementara Kejaksaan menyuarakan urgensi pendalaman unsur kerugian negara,

Bareskrim justru seperti bersembunyi di balik prosedur sempit Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Padahal, aroma korupsi dalam proyek pagar laut tak ubahnya bangkai yang disiram parfum.

“Dari penyidik Polri, kami melihat bahwa tindak pidana pemalsuan… unsur sudah terpenuhi secara formal dan materiil,” kata Brigjen Djuhandhani dari Bareskrim, seolah-olah penuntasan kasus bisa diselesaikan hanya dengan kacamata sempit pasal pemalsuan.

Namun sayangnya,kacamata sempit itu tak cukup untuk melihat kemungkinan besar adanya penjarahan uang negara.

Mengapa Bareskrim seperti enggan menggali lebih dalam? Mengapa petunjuk kejaksaan dianggap angin lalu? Ini bukan sekadar perbedaan pendekatan ini adalah potret buram dari institusi hukum yang kehilangan arah dan mungkin, kehilangan nyali.

Pasal 110 KUHAP memberikan wewenang kepada jaksa untuk meminta penyidik melengkapi berkas. Tapi dalam praktiknya, Bareskrim tampak menutup telinga. Mengapa?

Jika koordinasi antarlembaga penegak hukum saja macet, bagaimana publik bisa berharap pada keadilan?

Penegakan hukum bukan panggung teatrikal untuk pamer prosedur.

Ia seharusnya menjawab nurani publik yang menginginkan kebenaran. Tapi dalam kasus ini, yang tampak justru tarik-ulur tanpa akhir. Atau jangan-jangan, ini memang sudah skenarionya?. (*)

Berita ini dibuat berdasarkan investigasi dan melihat perkembangan kasus, jika ada yang dirugikan, redaksi akan mengevaluasi 

Rilis: Redaksi

Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *