UpdateiNews | Pekanbaru, (03/05/25) – Keputusan BRK Syariah untuk membagikan dividen sebesar Rp229 miliar kepada pemerintah daerah tampaknya menjadi kabar baik di permukaan. Namun, di balik angka fantastis itu, tersimpan persoalan serius yang harus menjadi perhatian publik: transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas seluruh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Riau.
Muncul pertanyaan yang patut diajukan secara kritis—mengapa BUMD yang mampu membagikan dividen besar masih juga meminta tambahan modal dari pemerintah daerah? Apakah ini mencerminkan efisiensi dan pengelolaan aset yang optimal? Atau justru mengindikasikan bahwa dana publik belum dikelola secara bijak dan bertanggung jawab?
Permintaan tambahan modal di tengah pembagian dividen besar jelas menimbulkan tanda tanya besar. Jika kinerja keuangan diklaim membaik, seharusnya BUMD bisa mengandalkan dana internal untuk ekspansi atau pengembangan usaha. Bila tetap mengajukan modal tanpa disertai rencana investasi yang matang dan analisis bisnis yang kuat, maka wajar jika publik mencurigai adanya pemborosan atau tata kelola yang tidak profesional.
Situasi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh BUMD di Provinsi Riau. Tidak hanya BRK Syariah, tapi juga BUMD lainnya perlu diaudit ulang secara menyeluruh. Sudah saatnya publik dan DPRD mempertanyakan kontribusi nyata BUMD terhadap pembangunan daerah. Apakah mereka benar-benar memberi nilai tambah, atau justru menjadi beban yang terus disuplai dana tanpa pengawasan ketat?
Berikut adalah daftar BUMD yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Riau:
- 1. PT Bank Riau Kepri Syariah (BRK Syariah)
- 2. PT Jamkrida Riau
- 3. PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER)
- 4. PT Pengembangan Investasi Riau (PIR)
- 5. PT Sarana Pembangunan Riau (SPR)
- 6. PT Riau Petroleum
- 7. PT Riau Airlines (saat ini dalam status pailit)
Beberapa BUMD juga memiliki anak perusahaan yang beroperasi di berbagai sektor, seperti:
- PT SPR Langgak
- PT SPR Trada
- PT SPR Cipta Lestari
- PT Riau Petroleum Bentu
- PT Riau Petroleum Malacca Strait
- PT Riau Petroleum Rokan
- PT Tanara Gagaskreasi
- PT Riau Power
- PT Riau Multi Trade
Banyak BUMD di Riau yang masih beroperasi tanpa laporan keuangan terbuka, tanpa tolok ukur kinerja yang jelas, dan terus meminta penyertaan modal tanpa evaluasi menyeluruh. Bahkan beberapa di antaranya justru tersangkut kasus dugaan korupsi dan praktik manajerial yang tidak efisien. Jika ini terus dibiarkan, maka fungsi utama BUMD sebagai penggerak ekonomi daerah akan runtuh.
Lebih ironis lagi, beberapa BUMD mengajukan modal tambahan untuk ekspansi ke wilayah baru, padahal mereka belum mampu menunjukkan keberhasilan dan efisiensi di wilayah operasional yang ada. Ekspansi semacam ini berpotensi menjadi proyek gagal yang menghabiskan dana rakyat tanpa manfaat nyata.
Pemerintah Provinsi Riau harus mengambil langkah tegas. Penyertaan modal tidak bisa lagi diberikan secara sembarangan. Harus ada evaluasi kinerja berbasis data, transparansi laporan keuangan yang terbuka untuk publik, dan audit independen terhadap seluruh BUMD. Masyarakat berhak mengetahui ke mana uang mereka disalurkan, dan apa hasilnya bagi pembangunan daerah.
Dividen besar tidak bisa lagi dijadikan tameng dari buruknya manajemen. Sudah waktunya BUMD di Riau berhenti menjadi institusi yang ‘doyan’ dana pemerintah, namun minim tanggung jawab. Tanpa reformasi tata kelola, akuntabilitas, dan transparansi, BUMD hanya akan menjadi ‘kotak hitam’ yang menggerogoti anggaran daerah dari dalam. (*)
Rilis: Redaksi
Editor: When