UpdateiNews-Bukittinggi 02 April 2025— Satu nyawa melayang, belasan lainnya kritis. Tapi ini bukan sekadar insiden keracunan massal ini bukti telanjang bahwa sistem pemasyarakatan Indonesia tak hanya lemah, tapi membusuk dari dalam.
Ilham (35), napi kasus narkoba, meregang nyawa usai pesta miras oplosan bersama 21 narapidana lainnya. Racikan maut itu bukan diselundupkan dari luar, melainkan dari alkohol 70% yang secara resmi tersedia di dalam lapas sebagai bahan parfum. Alkohol itu diambil tanpa izin, dicampur dengan minuman sachet, dan dikonsumsi ramai-ramai di balik tembok pengawasan.
Di mana peran petugas? Di mana sistem kontrol? Siapa yang membiarkan hal ini terjadi?
Dalam konteks hukum, kejadian ini berpotensi melanggar:
– UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 3 dan Pasal 5, yang menegaskan bahwa sistem pemasyarakatan harus menjamin pembinaan dan keamanan warga binaan. Ketika napi bebas membuat miras dari bahan internal, jelas ada pelanggaran terhadap prinsip pengamanan dan pengawasan.
– KUHP Pasal 359: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dihukum penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.” Petugas yang lalai dalam pengawasan bisa dikenai jerat pidana jika terbukti ada unsur kelalaian yang menyebabkan kematian.
– Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999, Pasal 9 ayat (1), menyatakan bahwa kepala lapas dan petugas wajib menjamin keamanan dan ketertiban. Fakta bahwa bahan berbahaya bisa berpindah tangan tanpa pengawasan, adalah bentuk pelanggaran terang-terangan terhadap kewajiban tersebut.
– Bahkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3, bisa menjadi acuan jika ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang yang merugikan institusi negara atau memberikan keuntungan kepada individu secara melawan hukum.
Jangan salah: ini bukan sekadar kegagalan prosedural. Ini potensi kejahatan terstruktur.
Pembentukan “tim investigasi internal” yang diumumkan pasca tragedi justru mempertegas ironi: negara baru bereaksi setelah korban tewas. Ini reaksi pasif, bukan tanggung jawab aktif. Jika tak ada penegakan hukum terhadap petugas yang lalai, maka kejadian ini akan terus terulang, hanya berbeda nama dan tempat.
Negara wajib hadir bukan hanya untuk menghukum napi, tapi juga menjaga nyawa mereka. Jika bahkan dalam penjara pun warga binaan bisa tewas karena kelalaian sistem, maka siapa sebenarnya yang layak disebut bersalah?. (*)
Rilis : Agoes.B
Editor : Weny Christina