UpdateiNews | Pekanbaru, (01/05/25) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru kembali menjadi sorotan tajam publik. Setelah ramai dugaan penggunaan dua unit mobil dinas oleh Ketua MUI Kota Pekanbaru, Prof. Dr. H. Akbarizan, M.A., M.Pd., kini mencuat pula dugaan lebih serius: potensi korupsi dana sekitar Rp3 miliar selama tahun anggaran 2022–2023.
Informasi yang diperoleh dari sumber internal menyebutkan bahwa anggaran tersebut diduga digunakan untuk kegiatan “kunjungan kerja” ke luar negeri yang tidak memiliki laporan pertanggungjawaban yang jelas. Ironisnya, perjalanan-perjalanan ini lebih menyerupai kegiatan rekreasional atau jalan-jalan pribadi, yang tidak memberi manfaat strategis maupun evaluatif terhadap tugas keulamaan MUI.
“Anggarannya besar, perjalanannya ke luar negeri, tapi tak ada publikasi hasil, laporan evaluasi, atau transparansi penggunaan. Ini alarm keras bagi lembaga keagamaan yang dibiayai rakyat,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Pekanbaru yang meminta namanya disamarkan.
Sementara itu, dugaan penggunaan dua unit mobil dinas Toyota Innova Luxury dan Mitsubishi Pajero Sport silver kian memperkuat kesan bahwa MUI Pekanbaru sedang berada dalam krisis integritas. .
Seorang pejabat senior di lingkungan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pekanbaru membenarkan bahwa unit Pajero Sport warna silver yang digunakan Ketua MUI sempat dikembalikan ke BPKAD, namun kembali digunakan tanpa izin tertulis.
“Unit itu dikembalikan ke kami atas arahan Wali Kota untuk pendataan, tapi kami terkejut saat mendapati unit itu kembali dipakai oleh yang bersangkutan. Sampai saat ini tidak ada dokumen resmi pengembalian aset,” ujar pejabat BPKAD tersebut saat ditemui Selasa (29/4), meminta namanya dirahasiakan demi keamanan.
Desakan Audit Independen dan Penyelidikan Hukum
Gabungan LSM dan masyarakat sipil mulai mendesak dilakukan audit keuangan independen serta investigasi hukum atas potensi penyalahgunaan dana publik di tubuh MUI Kota Pekanbaru. Beberapa pihak bahkan menyebut perlunya keterlibatan inspektorat daerah dan aparat penegak hukum.
“Kalau benar Rp3 miliar uang negara digunakan untuk plesiran ke luar negeri tanpa laporan yang akuntabel, ini bukan lagi pelanggaran etik, tapi bisa mengarah ke tindak pidana korupsi,” tegas Lestari Murni, pegiat antikorupsi dari Forum Riau Bersih.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Riau, Dr. Mulyadi, M.Si., menyatakan bahwa lembaga keagamaan harus tunduk pada prinsip good governance jika menerima dana dari pemerintah.
“Kalau MUI menerima dana rakyat, maka harus siap diaudit rakyat. Jalan-jalan ke luar negeri dengan label ‘studi banding’ tanpa laporan kinerja itu bentuk pemborosan. Bahkan, kalau tak ada manfaat bagi publik, bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan,” jelas Mulyadi.
Publik kini menanti sikap tegas dari Pemerintah Kota Pekanbaru, MUI Provinsi Riau, serta aparat hukum untuk menindaklanjuti kasus ini. Karena jika tidak, hal ini akan menjadi preseden buruk bahwa lembaga agama kebal terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas yang wajib ditegakkan di negara demokrasi.
“Jangan biarkan simbol agama digunakan untuk berlindung dari keharusan mempertanggungjawabkan uang rakyat,” pungkasnya. (*)
(Redaksi akan terus memantau dan mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini. Segala informasi terbaru yang relevan akan segera diperbarui dalam pemberitaan lanjutan.)
Rilis: Redaksi
Editor: When