PHR di Bawah Sorotan: Rangkaian Dugaan Kelalaian, Korupsi, dan Krisis Manajemen Menguatkan Tuntutan Hukum Publik

UpdateiNews | Pekanbaru Riau, (08/05/25) – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha Pertamina yang mengelola Wilayah Kerja Rokan, tengah berada di titik krisis kepercayaan publik. Sejumlah permasalahan serius, dari tragedi kemanusiaan hingga keruntuhan tata kelola internal, mencuat dan menyulut reaksi keras berbagai kalangan, termasuk Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI), pakar hukum, serta masyarakat sipil.

Tragedi Kematian Dua Balita dan Deretan Pelanggaran UU

Puncak kemarahan publik dipicu oleh tewasnya dua balita di kolam bekas pengeboran PHR di Dusun Sungai Rangau, Rantau Kopar. Kolam maut itu ditemukan tanpa pagar pengaman, rambu bahaya, atau bentuk pengawasan. Menurut Ketua PMRI, Khoirul Bassar, S.H., tragedi ini bukan kecelakaan biasa.

“Ini bukan kecelakaan, ini pembunuhan akibat kelalaian korporasi. PHR layak dipidanakan! Mereka abai terhadap nyawa rakyat demi laba. Ini bentuk kejahatan sistemik, bukan insiden lokal,” tegas Khoirul.

Kasus ini berpotensi melanggar beberapa regulasi penting:

1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

  • Pasal 3 dan 8: Kewajiban menjamin keselamatan orang lain di sekitar tempat kerja dan penyediaan alat pengamanan.

2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  • Pasal 69 ayat 1 huruf a dan e: Larangan merusak lingkungan hidup dan kewajiban pemulihan pasca kegiatan usaha.

3. KUHP Pasal 359: Kelalaian yang menyebabkan kematian dapat dipidana hingga 5 tahun penjara

  • Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tindak Pidana Korporasi: Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum bila sistem manajemennya lalai.

Pakar Hukum: “PHR Bisa Dikenai Sanksi Ganda, Administratif dan Pidana”

Dr. R. Yudi Prasetyo, S.H., M.H., pakar hukum lingkungan dan pidana korporasi, menyebutkan bahwa tanggung jawab hukum PHR sangat jelas.

“Dalam doktrin hukum pidana modern, perusahaan tidak bisa lagi bersembunyi di balik kontraktor. Bila sistem pengawasan internal lemah, tanggung jawab langsung melekat. PHR bisa digugat secara perdata, dikenai pidana, dan dikenakan sanksi administratif sekaligus.”

Permasalahan Internal PHR: Dari Skandal Proyek hingga Krisis Manajemen

Tak hanya soal kecelakaan tragis, manajemen PHR juga disorot karena:

1. Dugaan Korupsi Proyek Geomembrane

PHR dilaporkan ke Kejati Riau atas dugaan korupsi proyek geomembrane senilai Rp200 miliar. Material proyek diduga tak sesuai spesifikasi. Meski penyelidikan dihentikan, desakan audit dan transparansi masih kuat digaungkan publik.

2. Kematian Pekerja Migas

Sejak 2021, lebih dari 10 pekerja dilaporkan tewas di wilayah kerja PHR. PMRI dan lembaga independen menuding banyak alat kerja mitra tidak sesuai standar, sementara sistem pengawasan PHR lemah dan tak transparan.

3. Krisis Efisiensi dan Keuangan

Meningkatnya proposal proyek internal dan carry-over tidak berbanding lurus dengan laba. Evaluasi sistem investasi dinilai tidak efektif, menunjukkan kelemahan dalam tata kelola proyek, khususnya sektor non-bisnis (Non-Business Development).

4. Restrukturisasi Organisasi dan Ketidaksiapan SDM

Restrukturisasi internal pada awal 2025 menyebabkan disrupsi koordinasi di banyak lini. Transisi struktur dari zona ke regional dinilai tergesa-gesa tanpa pelatihan SDM memadai, mengganggu efektivitas operasional.

5. Kontras Antara Citra dan Realita HSSE

PHR mengklaim kinerja keselamatan kerja (HSSE) “gemilang” sepanjang 2024. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyaknya kecelakaan kerja fatal dan tragedi yang mencoreng klaim tersebut.

Legitimasi PHR Kian Terkikis

Kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat tidak bisa lagi diabaikan. Ketua DPRD Riau telah meminta evaluasi menyeluruh terhadap manajemen PHR, dan berbagai aliansi sipil menuntut audit investigatif oleh KLHK dan Kementerian ESDM.

“Negara tidak boleh tunduk pada kekuasaan modal! Kami tidak butuh belas kasihan, kami butuh keadilan ditegakkan!” seru Khoirul.

Hingga berita ini diturunkan, PT Pertamina Hulu Rokan belum memberikan klarifikasi resmi yang memuaskan publik. (*)

“Berita ini berdasarkan hasil investigasi tim dan diskusi dengan para ahli, jika dalam pemberitaan ini ada yang dirugikan, pihak Redaksi akan menaggapi”

Rilis: Redaksi

Editor: When

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *